Pengalaman Misteri Imah saat Pacaran di Pantai Laut Selatan, Apa yang Terjadi?

(Dok:Pramono Estu)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Kisah pengalaman misteri Imah saat pacaran di Pantai Laut Selatan. Ia terpaksa membeli peyek jingking dari seorang nenek. Apa yang terjadi selanjutnya?

Hari itu Kamis Wage. Sorenya malam Jumat Kliwon. Imah dan Tumijan, dua insan sedang dilanda asmara, mengunjungi pantai laut selatan.

Pengunjung tidak begitu banyak seperti hari Minggu. Bercanda dan ngobrol ngalor- ngidul, tidak terasa matahari telah condong di ufuk barat.

“Pulang yuk. Nggak enak sama Bapak kalau sampai kemalaman”, ajak Imah kepada pacarnya dikutip dari harianmerapi.com.

Keduanya pun melangkah menuju parkiran motor.

“Mbak, dagangan saya tinggal ini. Diborong ya. Limaribu saya kasih sepuluh. Mau ya Mbak”, ujar seorang perempuan tua, penjual peyek jingking.

“Wah, saya tidak suka peyek jingking je, Mbah”, jawab Imah.

Sepertinya Simbah tua itu tidak berkenan dengan jawaban Imah. Dia memaksa Imah untuk membeli peyek jingking tersebut.

‘Ya sudahlah. Dibungkus semua, Mbah”, tukas Tumijan sambil membayar harga peyek jingking yang tinggal sepuluh biji tersebut.

Dengan perasaan terpaksa Imah memasukkan bungkusan peyek jingking itu ke dalam tas cangklongnya.

Sampai rumah tas cangklongnya digeletakkan begitu saja di kamarnya. Sehabis mandi Imah jagongan dengan Emaknya.

“Lha, mana barangnya, Mah? Katanya kamu tadi mborong peyek jingking?”, tanya Emaknya.

 

Emaknya tahu jika peyek jingking adalah makanan khas dari pesisir laut selatan yang tadi dikunjunginya.

Imah masuk kamar dan pelan-pelan membuka tasnya. “Hah...hah...hah...!”, teriaknya keras- keras.

Keruan saja Bapak dan Emaknya berlarian mendatanginya. “Ada apa, Imah?”, tanyanya.

Saking kagetnya Imah tidak kuasa menjawab pertanyaan orangtuanya. Jari telunjuknya menunjuk ke arah tasnya. Berebutan Bapak dan Emaknya membuka tas Imah.

“Lho?!”, teriak keduanya. Tampak di dalam tas cangklong Imah, ratusan ekor jingking berkeliaran ke sana ke mari.

Di dalam bungkus plastik masih ada peyek tetapi tidak ada jingkingnya. Mbah Jimat menyarankan, jingking beserta tasnya sekalian, sebaiknya dilarung di laut kidul. Dikembalikan ke asalnya.

“Untung tasku sudah usang. Sudah waktunya ganti”, ujar Imah.

 

Tak urung Tumijanlah yang diminta untuk melarung jingking dan tas tersebut malam itu juga.

“Huh, jingking bikin pusing”, gerutunya. - Nama samaran. (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *