Jarang TerungkapIntelijen Berniat Bunuh Presiden, Dilempar dari Pesawat di Atas Ketinggian

Presiden Sukarno saat ditawan militer Belanda di Yogyakarta. (Dok:©2023 Arsip NasionalBelanda)

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Bukan hanya bertujuan menguasai ibu kota Republik Indonesia saja, invasi militer Belanda ke Yogyakarta ternyata juga merencanakan pembunuhan atas diri Bung Karno.

     Siang itu Yogyakarta digoncang kiamat kecil: ribuan serdadu Belanda dibantu dengan puluhan pesawat pembom menyerang ibu kota Republik Indonesia tersebut. Suasana menjadi kacau, jalan-jalan dipenuhi para pengungsi, beberapa mobil terbakar di tengah kota. Di tengah kepanikan itu, para prajurit berbaret hijau dan merah bergerak perlahan menuju Balai Agung yang terletak sekira satu kilometer dari Stasiun Tugu.

    "Desember 1948, Belanda menjatuhkan hadiah Natal tepat di atas cerobong asap dapurku: Jam 5.30 pagi hari Minggu, tanggal sembilan belas…" ujar Sukarno dalam biografinya, Bung Karno, Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (disusun oleh Cindy Adam).

  Beberapa jam kemudian, tulis merdeka.com, ratusan anggota Korps Pasukan Khusus KNIL mengepung Balai Agung. Mereka lantas menawan Presiden Sukarno beserta seratus lima puluh orang republik lainnya. Cukup sampai di situ? Ternyata tidak. Menurut Sukotjo Tjokroatmodjo, sejatinya Letnan Jenderal S.H. Spoor (Panglima Militer KNIL) dan sejumlah pejabat Belanda bermaksud menyingkirkan Presiden Sukarno.

  "Mereka ingin Presiden Sukarno mati…" ujar eks komandan salah satu unit pasukan pengawal Presiden Sukarno pada saat itu.

Skenario Terbunuh saat Gerilya

    Pendapat Sukotjo berkelindan dengan uraian yang pernah dituliskan oleh Maulwi Saelan dalam Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66. Menurut Maulwi, kendati mendapat kemenangan besar dengan menguasai Ibu Kota Republik Indonesia Yogyakarta, namun Spoor sangat kecewa ketika mendapat laporan bahwa Sukarno berhasil ditawan. Begitu kecewanya, hingga menurut Sukotjo, dia sempat berteriak: Kita kalah!

    Semula Spoor sangat yakin akan laporan intelijennya bahwa ketika Yogyakarta diserang maka Sukarno berserta jajarannya dipastikan akan langsung menyingkir ke hutan guna memimpin perjuangan gerilya. Bahkan oleh tim intelijen Belanda disebutkan: Sukarno-Hatta akan memimpin langsung perang gerilya dari suatu Markas Besar Komando Gerilya di Dungus, sebuah tempat yang terletak di kaki Gunung Wilis, dengan pengawalan kurang lebih satu batalyon pasukan TNI.

    Maka dibuatlah rencana operasi. Markas Besar Komando Gerilya itu nanti akan diserbu oleh Brigade Marinir dan Brigade Princes Irene (suatu unit yang memiliki pengalaman dalam pertempuran di Normandia semasa Perang Dunia II).

  "Rencana Spoor, Bung Karno dan Bung Hatta akan dieliminasi (dilenyapkan) dengan dalih mereka terbunuh dalam kontak senjata…" ujar Maulwi.

Dibuang dari Pesawat

  Sejarah mencatat, Sukarno-Hatta batal memimpin perang gerilya. Menuruti pendapat Kolonel T.B. Simatoepang, mereka berdua malah membiarkan diri ditawan Belanda. Itu jelas membuat jengkel Jenderal Spoor hingga menurut Roeslan Abdulgani dalam surat kabar Merdeka, 30 Desember 1989, Spoor memerintahkan secara khusus kepada Kapten Vosveld, komandan IVG (Dinas Rahasia Militer Belanda) yang ditugaskan mengemudikan jip pembawa Sukarno ke Lapangan Maguwo, supaya 'memberi peluang' sebesar-besarnya kepada Presiden RI itu untuk bisa lari.

    Nyatanya kendati tidak dikawal secara ketat dan mobil jip secara sengaja dilarikan secara perlahan oleh Vosveld, Sukarno tak jua melompat untuk lari. Maka gagal upaya tentara Belanda menembak mati Sukarno dalam perjalanan dari Balai Agung ke Lapangan Maguwo. Sebagai catatan, Roeslan mendapatkan informasi tersebut dari sebuah dokumen laporan seorang perwira Belanda yang mengungkap rencana pembunuhan tersebut. Dokumen itu, kata Roeslan, tersimpan di sebuah museum Belanda.

    Rencana dua gagal, sempat pula terbit rencana tiga. Dalam Zwolse Courant, 12 Mei 1998, Mr. J.M.A. Hubert Luns (eks Menteri Luar Negeri Belanda) membuat suatu pengakuan mengejutkan: agen intelijen militer Belanda akan membunuh Sukarno di ketinggian saat pesawat angkut menerbangkannya ke Sumatera Utara.

  "Saya sempat berpikir untuk menyuruh orang melemparkan Sukarno dari pesawat terbang. Namun rasanya perbuatan itu tidak beradab," demikian kata Hubert.***