186 Bank di AS Berpotensi Kolaps Wakil Rakyat Minta Pemerintah Siapkan Langkah Tepat: Industri Perbankan Bergejolak Anggota Parlemen Uni Eropa Serukan Ini

Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno/RMOL

JAKARTA (SURYA24.COM)- Kondisi ekonomi di Amerika Serikat tengah guncang setelah ada 186 bank yang diprediksi berisiko bankrut atau kolaps menyusul yang dialami Silicon Valley Bank. Kondisi serupa juga dialami di sejumlah negara.

Untuk itu, anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, meminta pemerintah untuk mewaspadai efek dari rontoknya sejumlah perbankan dunia akibat resesi pascapandemi Covid-19 ini.

“Pengaruh langsung sangat kecil. Namun, harus diwaspadai efek berantainya, jika kebangkrutan tersebut meluas ke Eropa dan Asia Timur,” tegas Hendrawan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (21/3).

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengungkap, Credit Suisse kini juga dikabarkan mulai goyah dan dibantu pemerintah. Sebelumnya, perbankan India sempat terganggu dengan kasus Adani Group.

 

Akan tetapi, lanjut Hendrawan, perbankan di Singapura, Hong Kong, Jepang, dan Korsel, tampaknya masih cukup tangguh. Sehingga prediksi tersebut perlu dicermati secara baik oleh Pemerintah untuk mengambil langkah tepat bagi perbankan Indonesia.

“Jadi OJK, dan lebih luas KSSK, harus terus memonitor dengan baik eksposure perbankan kita terhadap gejolak di luar negeri dan pusat-pusat keuangan dunia,” demikian Hendrawan.

Seperti diketahui Silicon Valley Bank menjadi sorotan karena mengalami kebangkrutan. Hal ini terjadi sebagai dampak kenaikan suku bunga yang sangat agresif dari Federal Reserve (The Fed) untuk meredam inflasi di Amerika Serikat. 

Larangan Kripto

Sementara itu mantan Menteri Keuangan Belgia dan anggota parlemen Eropa, Johan Van Overtveldt, menyerukan agar pemerintah Uni Eropa melarang mata uang digital kripto seperti Bitcoin. 

Seruan ini datang di tengah krisis yang dipicu oleh kegagalan beberapa layanan perbankan, termasuk dua bank ramah kripto di Amerika Serikat yaitu Silvergate dan Silicon Valley Bank.

“Pelajaran lain yang bisa dipetik dari gejolak perbankan saat ini. Terapkan larangan ketat pada cryptocurrency,” cuit anggota parlemen Eropa itu pada Jumat (17/3/2023), dikutip dari Bitcoin News.

“Racun spekulatif dan tidak ada nilai tambah ekonomi atau sosial. Jika pemerintah melarang narkoba, itu juga harus melarang crypto,” tambahnya seperti dilansir tribunnews.com.

Van Overtveldt adalah jurnalis dan politisi Belgia dari partai New Flemish Alliance (N-VA), yang menjabat sebagai menteri keuangan Belgia pada 2014 hingga 2018, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Charles Michel.

 

Dia terpilih menjadi anggota Parlemen Eropa pada 2019, dan mengetuai Komite Anggaran dan mewakili kelompok Konservatif dan Reformis Eropa (ECR) di Komite Urusan Ekonomi dan Moneter (ECON).

Pernyataan Overtveldt tentang cryptocurrency datang menyusul runtuhnya tiga bank di AS, dengan dua diantaranya terlibat dalam ruang kripto, Silvergate Bank dan Silicon Valley Bank.

Dampak dari kegagalan ini bahkan sampai ke Eropa, hingga mempengaruhi Credit Suisse, salah satu bank investasi besar di kawasan itu.

Eropa belum secara komprehensif mengatur ekonomi kripto dengan memberlakukan paket legislatif yang disebut Markets in Crypto Assets (MiCA). Institusi UE dan negara anggotanya menyetujui proposal tersebut pada musim panas lalu. Proposal itu memperkenalkan aturan untuk penyedia layanan kripto di seluruh blok beranggotakan 27 negara itu.

Kawasan Uni Eropa terdiri dari 27 negara, yaitu Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Jerman, Perancis, Hongaria, Irlandia, Italia, Kroasia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Polandia, Portugal, Rumania, Siprus, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Yunani.

Pada bulan lalu, eksekutif Uni Eropa meminta adanya aturan modal yang ketat bagi bank yang memegang aset kripto agar dikembangkan dengan cepat dalam undang-undang perbankan Uni Eropa yang tertunda.

Hal tersebut harus dilakukan jika Eropa ingin menghindari tenggat waktu yang disepakati secara global.

Komite Basel regulator perbankan global dari pusat-pusat keuangan utama dunia telah menetapkan tenggat waktu Januari 2025 untuk mengimplementasikan persyaratan modal bagi eksposur bank terhadap aset kripto seperti stablecoin dan bitcoin.

"Pada saat ini, bank memiliki eksposur ke aset kripto yang sangat rendah dan hanya keterlibatan terbatas dalam menyediakan layanan terkait dengan aset kripto," kata Komisi Eropa dalam makalah diskusi informal.

Berdasarkan makalah tersebut, bank-bank telah menyatakan minat mereka untuk memperdagangkan aset kripto atas nama pelanggannya dan untuk menyediakan layanan terkait dengan aset kripto.***