Benarkah Soeharto Kebal Peluru?

JAKARTA (Surya24.Com) - Presiden Soeharto adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah politik Indonesia. Ia menjabat sebagai Presiden Indonesia selama 32 tahun, dari tahun 1967 hingga 1998. Masa kepresidenannya ditandai oleh stabilitas politik dan perkembangan ekonomi yang pesat. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi peran serta kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Soeharto, serta dampaknya terhadap Indonesia termasuk rumors seputar olah batin orang kuat Indonesia dimasanya itu..

Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921 di Kemusuk, Yogyakarta. Ia mengawali karir militernya saat masih muda dan terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Setelah kemerdekaan, Soeharto menjadi salah satu perwira militer yang terkemuka dalam Tentara Nasional Indonesia.

Pada tahun 1965, Indonesia mengalami periode politik yang penuh ketegangan, yang kemudian dikenal sebagai Gerakan 30 September. Peristiwa ini berujung pada jatuhnya Presiden Soekarno dan melahirkan kesempatan bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan. Ia menjadi Presiden kedua Indonesia pada tahun 1967 setelah Soekarno dinyatakan tidak mampu memimpin negara.

Salah satu pencapaian terbesar Soeharto sebagai Presiden adalah kestabilan politik yang ia ciptakan. Ia berhasil mengatasi konflik internal dan memulihkan keamanan nasional setelah periode yang penuh gejolak. Kebijakan tegas dan otoriter yang diterapkan oleh Soeharto berhasil mengendalikan situasi dan membangun fondasi yang kuat bagi kemajuan Indonesia.

Selama masa kepresidenannya, Soeharto mengimplementasikan serangkaian kebijakan ekonomi yang dikenal sebagai "Pembangunan Orde Baru". Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan membangun infrastruktur yang kuat. Melalui program-program seperti Pertanian Terpadu, Transmigrasi, dan Pembangunan Industri, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Pada akhir masa kepresidenannya, Indonesia telah menjadi salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Namun, di sisi lain, rezim Soeharto juga menghadapi kritik keras terkait pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi. Banyak orang yang menyalahkan kebijakan otoriter Soeharto yang menekan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat. Kritik ini mencuat pada akhir 1990-an, dan pada tahun 1998, terjadi demonstrasi massa yang mengakibatkan pengunduran diri Soeharto dari jabatannya.

Setelah lengser dari kekuasaan, Soeharto hidup dalam kondisi yang relatif terisolasi dan jarang muncul di depan publik. Ia wafat pada tanggal 27 Januari 2008 di Jakarta.

Di Mata Anak Buah Saat Perang

Komandan Wehrkreise III Letnan Kolonel Soeharto memimpin serangan Umum 1 Maret 1949. Mereka berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam dan membuktikan pada dunia bahwa TNI masih ada.

Mayor (Purn) Soerjono, salah satu anak buah Soeharto menceritakan aksi mantan komandannya itu dalam buku 'Pak Harto Untold Stories'.

"Pada saat itu, Pak Harto seolah-olah memiliki kekuatan mental yang luar biasa. Boleh percaya atau tidak, tetapi Pak Harto seperti tidak mempan ditembak. Pak Harto selalu di barisan depan jika menyerang atau diserang Belanda. Saya sering diminta menempatkan posisi diri di belakang beliau," ujar Soerjono seperti dilansir merdeka.com..

"Saya ingat kata-kata Pak Harto, kalau takut mati tidak usah ikut perang," terangnya.

Tahu Teknis Bukan Mistis

Kisah-kisah soal pejuang yang kebal peluru ini memang jadi cerita tersendiri di kalangan prajurit selama perang kemerdekaan. Dalam beberapa kisah, memang ada yang kebal peluru. Tapi banyak juga yang hanya dibohongi oleh orang pintar.

Dalam beberapa pertempuran, seringkali komandan TNI yang berpengalaman paham jarak tembak peluru musuh atau jangkauan artileri lawan. Mereka mengambil posisi di jarak aman sehingga tidak terkena tembakan.

Banyak anak buah yang belum pernah mendapat pendidikan militer kagum melihat ini. Mereka menyangka komandannya kebal peluru. Padahal sang perwira menguasai teknis kemiliteran, bukan karena mistis.

Soeharto sendiri tercatat pernah mendapat pendidikan militer sebagai prajurit KNIL di era Hindia Belanda. Pengalamannya dalam dunia keprajuritan bertambah saat mengikuti pendidikan perwira Pembela Tanah Air (PETA) di zaman Jepang.***