Begini Proses Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat Antara Indonesia dan Malaysia? Berikut Ulasan Pulau Sipadan dan Ligitan

JAKARTA (SURYA24.COM)- Blok Ambalat adalah sebuah wilayah perairan yang terletak di sebelah timur Pulau Kalimantan, dekat dengan perbatasan laut antara Indonesia dan Malaysia. Wilayah ini telah menjadi sumber kontroversi dan sengketa antara kedua negara tersebut selama bertahun-tahun. Artikel ini akan membahas potensi dan permasalahan yang terkait dengan Blok Ambalat.

Potensi Blok Ambalat:

Blok Ambalat memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Wilayah ini diketahui memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, terutama minyak dan gas alam. Potensi sumber daya ini menarik minat dari berbagai pihak, termasuk perusahaan energi internasional yang ingin melakukan eksplorasi dan produksi di wilayah tersebut. Jika dikelola dengan baik, potensi ini dapat memberikan manfaat ekonomi yang substansial bagi kedua negara.

Permasalahan dan Sengketa Wilayah:

Blok Ambalat telah menjadi sumber sengketa wilayah yang kompleks antara Indonesia dan Malaysia. Perselisihan dimulai pada tahun 2002 ketika Malaysia mengklaim sebagian wilayah tersebut sebagai perairan teritorialnya dan memberikan izin eksplorasi kepada perusahaan-perusahaan minyak asing. Indonesia, sebagai negara yang menganggap wilayah tersebut sebagai bagian dari Zona Ekonomi Eksklusifnya, mengecam langkah Malaysia dan mengirimkan pasukan ke wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan ketegangan militer di sekitar Blok Ambalat.

Salah satu permasalahan utama dalam sengketa ini adalah ketidakjelasan batas maritim antara kedua negara. Kedua pihak memiliki klaim historis dan argumen hukum yang berbeda mengenai batas wilayah mereka. Hal ini menghambat penyelesaian yang tuntas dan memicu ketegangan di antara mereka.

Selain itu, kehadiran perusahaan minyak asing dalam wilayah tersebut juga menjadi sumber konflik. Ketika Malaysia memberikan izin eksplorasi kepada perusahaan asing, hal ini dianggap oleh Indonesia sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan dan hak-hak ekonomi negara.

Penyelesaian Sengketa:

Pada tahun 2005, Indonesia dan Malaysia mencapai kesepakatan sementara untuk menarik pasukan mereka dari wilayah tersebut dan menghentikan kegiatan militer. Namun, sengketa wilayah ini masih belum terselesaikan secara menyeluruh. Kedua negara telah berupaya mencapai penyelesaian melalui jalur diplomatik, termasuk melalui negosiasi bilateral dan melibatkan pihak ketiga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Penyelesaian sengketa yang berkelanjutan akan memerlukan kerjasama, saling pengertian, dan kompromi dari kedua negara. Pemahaman yang jelas mengenai batas wilayah yang sah dan pengelolaan bersama sumber daya alam di Blok Ambalat dapat menjadi langkah pent

Pemahaman yang jelas mengenai batas wilayah yang sah dan pengelolaan bersama sumber daya alam di Blok Ambalat dapat menjadi langkah penting menuju penyelesaian yang berkelanjutan. Mendorong dialog dan negosiasi yang konstruktif antara Indonesia dan Malaysia, dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, dapat membantu mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Selain itu, penting juga untuk mengedepankan diplomasi ekonomi dalam penyelesaian sengketa ini. Indonesia dan Malaysia dapat menjalin kerjasama dalam pengelolaan sumber daya alam di Blok Ambalat dengan mengadopsi prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Pembagian keuntungan yang adil dan pemanfaatan sumber daya yang bertanggung jawab akan membantu menciptakan kerjasama jangka panjang antara kedua negara.

Selain upaya penyelesaian sengketa, penting juga untuk mempertimbangkan perlindungan lingkungan dalam pengelolaan Blok Ambalat. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan dengan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan laut dan ekosistem yang sensitif di wilayah tersebut. Upaya pemantauan, mitigasi, dan pemulihan lingkungan harus diimplementasikan secara efektif untuk menjaga keberlanjutan ekosistem yang berharga.

Dapat disimpulkan Blok Ambalat memiliki potensi ekonomi yang signifikan sebagai sumber daya alam yang melimpah. Namun, sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia telah menghambat pemanfaatan potensi tersebut. Penyelesaian sengketa yang berkelanjutan melalui dialog dan negosiasi yang konstruktif, dengan mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi, dan lingkungan, menjadi kunci dalam mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam proses penyelesaian, penting untuk mengutamakan kerjasama, transparansi, dan keberlanjutan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara kedua negara.

 Berawal dari Materi Pelajaran

Dalam soal PKN Kelas XI Halaman 161 memuat soal berjudul "Bagaimana proses penyelesaian sengketa batas wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia?" Nah, kali ini Intisari Online akan memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Jawaban:

Proses penyelesaian sengketa batas wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia adalah sebagai berikut:

1. Negosiasi bilateral. Ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh kedua negara untuk mencari solusi damai atas sengketa tersebut.

Negosiasi bilateral dilakukan dengan mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara1.

Negosiasi bilateral juga melibatkan pertukaran data dan informasi mengenai landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) di wilayah sengketa.

2. Mediasi atau konsiliasi. Jika negosiasi bilateral tidak berhasil, maka kedua negara dapat meminta bantuan pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut.

Pihak ketiga tersebut dapat berupa negara lain, organisasi internasional, atau tokoh-tokoh yang dihormati oleh kedua belah pihak.

Mediasi atau konsiliasi bertujuan untuk mencari titik temu dan kompromi antara klaim-klaim yang saling bertentangan.

 

3. Arbitrase atau pengadilan internasional. Jika mediasi atau konsiliasi juga tidak berhasil, maka kedua negara dapat menyerahkan sengketa tersebut ke lembaga arbitrase atau pengadilan internasional yang berwenang menangani masalah perbatasan laut, seperti Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) atau Tribunal Hukum Laut (International Tribunal for the Law of the Sea/ITLOS).

Arbitrase atau pengadilan internasional akan memberikan putusan yang mengikat bagi kedua belah pihak berdasarkan hukum internasional.

4. Kerjasama bersama. Jika putusan arbitrase atau pengadilan internasional tidak dapat diterima oleh salah satu pihak atau keduanya, maka kedua negara dapat mencari jalan keluar dengan melakukan kerjasama bersama di wilayah sengketa tersebut.

Kerjasama bersama dapat berupa pembagian hasil sumber daya alam, pengelolaan lingkungan, penjagaan keamanan, atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi kedua negara.

Soal : Bagaimana argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?

Jawaban :

1. Argumen yang dibangun oleh Malaysia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat adalah sebagai berikut:

Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.

2. Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.

Malaysia juga mengacu pada peta wilayahnya yang dibuat pada tahun 1979 yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya.

 

Malaysia menganggap peta tersebut sebagai dasar hukum yang sah untuk menentukan batas-batas wilayahnya.

3. Malaysia menolak perjanjian tapal batas landas kontinen yang ditandatangani bersama Indonesia pada tahun 1969 dengan alasan bahwa perjanjian tersebut tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS).

Malaysia mengklaim bahwa perjanjian tersebut tidak memperhitungkan prinsip-prinsip hukum laut internasional, seperti kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.

Soal : Bagaimana sikap Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah Blok Ambalat dengan Malaysia?

Jawaban:

Sikap Indonesia dalam menghadapi sengketa batas wilayah Blok Ambalat dengan Malaysia adalah sebagai berikut:

- Indonesia tetap berpegang teguh pada Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) yang menyebutkan bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya.

Indonesia juga mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani bersama Malaysia pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara.

- Indonesia secara tegas menyatakan protes terhadap klaim dan tindakan provokasi Malaysia yang melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia.

Indonesia juga menuntut agar Malaysia menghentikan aktivitas eksplorasi minyak dan gas di wilayah sengketa.

 

- Indonesia meningkatkan pengamanan dan penjagaan di wilayah sengketa dengan mengerahkan kapal-kapal patroli dan angkatan laut untuk mengawasi dan mengusir kapal-kapal asing yang mencoba masuk ke wilayah tersebut.

Indonesia juga memberikan dukungan dan perlindungan kepada nelayan-nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah sengketa.

- Indonesia bersedia melakukan negosiasi bilateral dengan Malaysia untuk mencari solusi damai atas sengketa tersebut dengan mengedepankan prinsip-prinsip hukum internasional, kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.

Indonesia juga membuka kemungkinan untuk melibatkan pihak ketiga atau lembaga arbitrase atau pengadilan internasional jika negosiasi bilateral tidak berhasil.

Soal : Bagaimana argumen yang dibangun oleh Indonesia dalam melakukan klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat?

Jawaban: 

1. Indonesia mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) yang menyebutkan bahwa landas kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya.

Indonesia berpendapat bahwa garis pangkalnya adalah garis pantai Kalimantan Timur, bukan garis pangkal kepulauan dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang diklaim Malaysia.

2. Indonesia juga mengacu pada perjanjian tapal batas landas kontinen yang telah ditandatangani bersama Malaysia pada tahun 1969 dan diratifikasi oleh kedua negara.

Perjanjian tersebut menetapkan batas-batas wilayah landas kontinen kedua negara berdasarkan prinsip-prinsip hukum laut internasional, seperti kesetaraan, keadilan, dan keseimbangan kepentingan.

 

3. Indonesia menolak klaim dan tindakan provokasi Malaysia yang mengingkari perjanjian tersebut dengan menerbitkan peta baru pada tahun 1979 yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya.

Indonesia menganggap peta tersebut sebagai upaya unilateral dan ilegal untuk merebut wilayah yang sah milik Indonesia.

Latar Belakang Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan 

Seperti diketahui dalam sejarah Indonesia, Pulau Sipadan dan Ligitan lepas pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada 17 Desember 2002, Mahkamah Hukum Internasional memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia.

 Sejak itu hingga kini, Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi negara bagian Sabah, Malaysia. Sebelumnya, sengketan Ligitan dan Sipadan terjadi antara negara Indonesia dan Malaysia. Apa yang melatarbelakangi sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia? 

Pulau Sipadan dan Ligitan terletak di timur laut Pulau Kalimantan, sekitar 150 kilometer dari Pulau Tarakan di Kalimantan Utara. Kronologi sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan berlangsung selama 33 tahun, yakni dari 1969 hingga 2002. Akar sejarah sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia di daerah Pulau Sipadan dan Ligitan bermula dari ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris. Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda, sedangkan Malaysia adalah bekas jajahan Inggris. 

Perlu diketahui, hukum modern menganut suatu konsep bahwa wilayah suatu negara ketika merdeka adalah semua wilayah kekuasaan penjajahnya, yang dalam bahasa Latin disebut uti possidetis. Karena ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris di perairan timur Pulau Kalimantan, status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan pun menjadi tidak jelas ketika Indonesia dan Malaysia sama-sama sudah merdeka. 

Awalnya, pada 1966, Indonesia dan Malaysia sama-sama memberi izin eksplorasi atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Izin tersebut dikeluarkan pada 6 Oktober 1966, kepada perusahaan asing PN Pertambangan Minyak Nasional dan Japex. Akan tetapi, pada 1967, sengketa atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan mulai terjadi, setelah dilangsungkan pertemuan mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia.

 Dalam pertemuan tersebut, Indonesia dan Malaysia saling memperebutkan kepemilikan wilayah atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Karena proses penyelesaian kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan berjalan alot, dua negara sepakat membawa permasalahan ke Mahkamah Internasional. Dasar hukum yang menyelesaikan sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 3 Piagam PBB.

Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke tangan Malaysia berdasarkan bukti bahwa Inggris lebih awal masuk Pulau Sipadan dan Ligitan dengan membangun mercusuar dan konservasi penyu. Sedangkan Belanda, yang menjajah Indonesia, hanya terbukti pernah singgah di Pulau Sipadan dan Ligitan, tetapi tidak melakukan apa pun. Selain itu, pertimbangan lain bahwa Malaysia terbukti telah melakukan berbagai penguasaan efektif terhadap kedua pulau daripada Indonesia.***