Ilmuwan Ciptakan Rahim Buatan Berikut Penyebab Bayi Terlahir Prematur

dok net

JAKARTA (SURYA24.COM)- Proses kehamilan adalah perjalanan luar biasa yang dialami oleh banyak perempuan di seluruh dunia. Salah satu momen paling dinanti dalam kehamilan adalah saat kelahiran bayi. Namun, dalam beberapa kasus, kelahiran bisa terjadi lebih awal dari yang diharapkan, yang dikenal sebagai kelahiran prematur. Artikel ini akan membahas rahim, faktor penyebab kelahiran prematur, serta dampaknya pada bayi dan ibu.

Rahim dan Peran Pentingnya

Rahim, atau uterus, adalah organ berbentuk pir yang terletak dalam panggul wanita. Fungsi utama rahim adalah sebagai tempat berkembangnya janin selama kehamilan. Ini adalah tempat di mana embrio menempel pada dinding rahim dan berkembang menjadi janin yang tumbuh dan berkembang selama sembilan bulan.

Faktor Penyebab Kelahiran Prematur

Kelahiran prematur adalah saat bayi lahir sebelum mencapai usia kehamilan 37 minggu. Faktor-faktor berikut ini dapat menjadi penyebab kelahiran prematur:

 

Infeksi: Infeksi pada rahim atau organ reproduksi lainnya dapat menyebabkan peradangan dan merangsang kontraksi rahim, yang dapat mengarah pada kelahiran prematur.

Preeklampsia: Preeklampsia adalah kondisi medis yang bisa terjadi selama kehamilan dan dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi, kerusakan organ, dan kelahiran prematur jika tidak diobati.

Ketidakseimbangan Hormonal: Perubahan hormonal dalam tubuh wanita selama kehamilan dapat memengaruhi keseimbangan rahim dan menyebabkan kontraksi yang tidak normal.

Gaya Hidup dan Kebiasaan: Merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan narkoba selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur.

Faktor Genetik: Riwayat keluarga dengan riwayat kelahiran prematur juga dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengalami hal yang sama.

Pro dan Kontra

Pemanfaatan rahim buatan masih menjadi pro kontra di kalangan publik. Perkembangan terbaru rahim buatan digunakan untuk menyelamatkan bayi yang terlahir prematur. Komite penasihat Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat membahas uji coba rahim buatan pada manusia, yang suatu hari nanti dapat digunakan untuk menjaga bayi terlahir prematur agar tetap hidup. 

Rahim buatan telah diuji pada hewan, tetapi belum pernah diuji secara klinis pada manusia. FDA belum menyetujui teknologi tersebut, namun panel penasihat membahas ilmu pengetahuan yang tersedia, risiko klinis, manfaat dan pertimbangan etis dari pengujian rahim buatan dengan manusia. 

“Ini adalah modalitas pengobatan baru,” kata Matthew Kemp, dokter kandungan di National University of Singapore, dilansir dari Nature News dikutip sindonews.com, Senin (2/10/223). 

Intinya para pengguna manfaat rahim buatan dan dokter harus memberikan argumen kuat bahwa pengobatan ini lebih baik dan lebih aman dalam jangka pendek dan panjang dibandingkan dengan pengobatan yang ada saat ini.

Pada 2020, diperkirakan 13,4 juta bayi di seluruh dunia lahir prematur, atau sebelum usia kehamilan 37 minggu, yang mencakup lebih dari 10 persen seluruh kelahiran. Kelahiran prematur adalah penyebab utama kematian anak di bawah usia lima tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO. 

Kelahiran prematur memiliki risiko paling besar jika terjadi pada 26 minggu pertama kehamilan. Data FDA memerlihatkan, sekitar 70 persen bayi yang lahir pada usia 24 minggu dapat bertahan hidup hingga keluar dari rumah sakit atau satu tahun, dan bahkan lebih sedikit lagi yang dapat bertahan hidup pada kelahiran sebelumnya—hanya 56 persen bayi yang lahir pada usia 23 minggu dan 30 persen bayi yang lahir pada usia 22 minggu dapat bertahan hidup. 

Bayi yang sangat prematur dan dapat bertahan hidup berisiko mengalami masalah kesehatan atau gangguan perkembangan saraf. Perawatan saat ini termasuk menempatkan bayi prematur di inkubator, menghubungkannya ke ventilator, dan memberi mereka nutrisi dan cairan melalui selang. 

Namun, rahim buatan dirancang agar lebih menyerupai lingkungan pralahir. Perusahaan Vitara Biomedical sedang mengerjakan rahim buatan yang terlihat seperti kantong plastik dengan tabung yang menyalurkan cairan ketuban, oksigen, dan obat-obatan. Teknologi ini telah diuji pada hewan termasuk domba dan babi. Khususnya, rahim buatan tidak dapat menumbuhkan bayi sejak pembuahan hingga kelahiran—para peneliti tidak bermaksud menjadikan rahim buatan menggantikan ibu manusia. 

Sebaliknya, teknologi ini dimaksudkan untuk mendukung bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 28 minggu. Baca Juga Ibu yang Tak Bahagia saat Hamil Berpeluang Melahirkan Bayi Prematur Agar pengobatan dapat memasuki uji klinis, rahim buatan harus terbukti dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan serta mengurangi kematian dan masalah kesehatan pada bayi prematur, dibandingkan dengan pengobatan standar.

Pekan lalu, panel FDA mengatakan bahwa sebelum melakukan pengujian pada manusia, para ilmuwan harus menemukan model hewan yang paling tepat untuk diuji dalam rahim buatan. Mereka menyarankan uji coba pada manusia bersifat inklusif dan melibatkan pengujian lanjutan untuk memeriksa konsekuensi jangka panjang—termasuk komplikasi yang mungkin timbul dari pengembangan perangkat yang terbuat dari bahan seperti plastik. Para orangtua, kata panelis, harus diberi tahu tentang risikonya. 

Penggunaan rahim buatan mungkin memicu infeksi, kerusakan otak atau gagal jantung, serta risiko operasi caesar yang diperlukan untuk mengeluarkan bayi dari rahim ibunya. FDA tidak harus mengikuti rekomendasi panel , namun topik yang dibahas kemungkinan besar akan memandu lembaga tersebut dalam mempertimbangkan rahim buatan . 

"Teknologi ini disebut sebagai langkah awal yang luar biasa untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan hasil morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir prematur,” kata ahli neonatologi Shaliz Pourkaviani kepada Evelyn Huang dari ABC News. Namun, Kemp mengatakan kepada Nature News bahwa data tersebut tidak ada dalam posisi etis untuk membenarkan dimulainya uji coba pada manusia, kecuali seseorang melihat sekumpulan data yang tidak dipublikasikan. Stephanie Kukora, ahli neonatologi di Children’s Mercy Kansas City, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa memilih antara berpartisipasi dalam uji coba dan perawatan standar saat ini akan menjadi keputusan yang sangat sulit.

Tak Bahagia saat Hamil 

Dikabarkan ibu yang tak bahagia saat hamil berpeluang melahirkan bayi prematur . Ibu yang tidak bahagia setelah melahirkan juga bisa menyebabkan gangguan pada tumbuh kembang anak, serta membahayakan diri dan sang buah hati. Ibu yang sedang mengandung atau hamil cenderung lebih mellow dan stres. Hal itu dipaparkan oleh dr. Ardiansjah Dara Sjahruddin, Sp.OG. 

"Selama masa kehamilan, banyak perubahan yang terjadi pada wanita, dari mulai fisik hingga psikis, serta yang tidak tampak yakni perubahan hormonal," jelas dr. Dara pada keterangan resminya, dilansir sindonews.com Senin (29/11/2022). 

Pada trimester pertama, hormon yang meningkat dalam tubuh wanita antara lain hormon estrogen dan progesteron. Terdapat pula hormon kehamilan yang muncul, yaitu hormon meta chorionic gonadotropin yang kerap mengakibatkan mual dan muntah. 

"Makanya nggak heran trimester pertama sekitar 75 persen - 80 persen ibu hamil pasti mual. Nah, yang 20 persen nggak mual atau istilahnya hamil kebo," jelas dr. Dara. 

Ketiga hormon itu cukup berpengaruh pada perubahan psikis ibu hamil, sehingga menjadi lebih sedih, menangis, dan mudah marah. Hal itu selaras dengan survei yang dilakukan oleh aplikasi Teman Bumil pada 1.504 ibu hamil. 

Survei tersebut menunjukan, bahwa 64,6 persen ibu hamil mengaku lebih mellow dan sering sedih. Sementara 38,4 persen responden mengaku jadi lebih stres ketika hamil. Selain masalah hormonal, ada sejumlah faktor eksternal yang bisa menjadi penyebab ibu tidak bahagia atau stres. Kondisi finansial yang belum stabil sebanyak 44,3 persen dan menempati urutan pertama. 

Kemudian faktor yang berada di peringkat kedua yaitu masalah kehamilan yang cukup menggangu, dengan total 35,8 persen. Di posisi ketiga ada faktor belum tau dan sulit menyiapkan biaya persalinan sebanyak 23,9 persen. Masih harus bekerja untuk mengurus pekerjaan rumah tangga sendirian 21,5 persen, dan menjalani kehamilan sambil mengurus anak 20,7 persen. 

Meski masalah kebanyakan terjadi di trimester pertama, kondisi psikis yang naik turun dapat berlanjut hingga trimester kedua, dan trimester ketiga. Tapi, hal yang paling mengganggu yaitu di trimester kedua, biasanya terkait bentuk fisik. 

Sementara untuk di trimester ketiga, dr. Dara mengungkapkan bahwa ibu hamil kerap stres terkait proses persalinan yang akan dilakukannya. Meski hormon berperan besar, kesedihan pada ibu hamil tak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena akan ada dampak secara tidak langsung. 

"Contoh dampak secara tidak langsung itu ada, seperti ibu-ibu yang bersedih berkepanjangan berpotensi mengalami persalinan prematur, bisa juga anaknya kecil. Kita istilahkan BBLR (bayi berat lahir rendah)," ujar dr. Dara. 

Selain itu, ketika para ibu hamil sedih dan banyak pikiran, mereka bisa menjadi malas makan atau makan tidak teratur. Hal itu mengakibatkan janin kekurangan nutrisi lalu mengalami BBLR. Kemudian, ada juga yang sampai tidak menjaga kebersihan diri, hingga berisiko tubuh terpapar banyak bakteri. 

Bakteri juga bisa masuk dari vagina ke dalam rahim, dan menginfeksi selaput ketuban yang dapat memperbesar potensi mengalami ketuban pecah dini dan persalinan prematur.