Berdebat dengan Bung Karno Hingga Tan Malaka Dilarang Bicara

(Dok: Buku Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia)

JAKARTA (Surya24.com) - Bila kita runut jejak sejarah bangsa ini, boleh dikatakan Tan Malaka merupakan senior dari Bung Karno. Bahkan, Bung Karno adalah pembaca setia karya-karya Tan Malaka. Pernah dalam suatu riwayat, kedua berhadapan secara langsung. Dalam pertemuan tersebut, Bung Karno secara terang-terangan mengatakan bahwa Tan Malaka pantas menjadi Presiden Republik.

Sekembalinya Tan Malaka pada tahun 1942, dia sempat menetap di Jakarta. Namun, Tan memilih menetap di Banten. Bekerja sebagai buruh di pertambangan daerah Bayah sejak tahun 1943.

Melansir merdeka.com, dalam buku Tan Malaka: Sebuah Biografi Lengkap, Masykur Arif Rahman menjelaskan bagaimana Tan Malaka dan Bung Karno pertama kali bertemu. Suatu ketika Bung Karno dan Bung Hatta pernah mengunjungi Bayah dan memberi semangat kepada para pemuda romusha.

Mereka yang menghadiri acara tersebut terdiri atas pegawai romusha kalangan Indonesia dan Jepang. Mereka lantas diberi kesempatan untuk bertanya kepada Dwi Tunggal.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Tan Malaka untuk bertanya kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Secara lugas Tan bertanya strategi kemerdekaan yang dicanangkan oleh Dwi Tunggal. Menurut Tan Malaka, Bung Karno secara singkat menjelaskan bahwa strategi yang diterapkan adalah menunggu pemberian Jepang.

Berdebat dengan Bung Karno

Hal ini jelas menjadi sesuatu yang kontra bagi Tan Malaka. Tan menghendaki kemerdekaan yang diperjuangkan secepatnya dan tidak menunggu pemberian Jepang. Tan Malaka dan Bung Karno sempat terlibat dalam perdebatan yang sengit. Sampai akhirnya Tan Malaka dilarang untuk berbicara.

Pada pertemuan itu, Bung Karno dan Bung Hatta masih belum mengetahui bahwa yang ada di hadapan matanya adalah Tan Malaka, seorang aktivis yang dibuang oleh Belanda 20 tahun lamanya.

Ketika itu, Tan Malaka masih menggunakan nama samarannya yakni Ilyas Hussein. Hal ini dilakukannya agar dapat bergerak secara aman. Terlebih lagi Jepang adalah negara yang sangat anti-komunis.

Membuka Identitas Penyamaran

Pada mulanya Tan Malaka berusaha untuk bertemu dengan Sukarni dan Chaerul Saleh. Namun, keduanya tidak bisa ditemui sejak tanggal 15 Agustus. Tan berusaha untuk mengungkapkan identitas aslinya. Barangkali karena negara Indonesia sudah merdeka dan berdaulat, dia ingin berada di tengah-tengah rakyat Indonesia secara terbuka dengan identitas aslinya.

Maka dari itu, pada tanggal 25 Agustus 1945 Tan Malaka pergi ke rumah teman baiknya semasa di negeri Belanda, Ahmad Soebardjo. Tan berpikir teman baiknya pasti tidak akan melupakannya. Ahmad Soebardjo lantas memandangi Tan Malaka dengan teliti seraya berkata.

"O, Tan Malaka, saya sangka sudah mati."

Menurut Tan Malaka, Ahmad Soebardjo merupakan orang pertama yang memanggilnya kembali dengan nama aslinya sejak kepulangannya ke Indonesia 10 Juni 1942.***