Kisah Pengejaran dan Tertangkapnya Bang Pitung, Jagoannya Orang Betawi

Makam Pitung di Rawa Belong. (Dok:©2016 Merdeka.com)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Pada Agustus 1892, si Pitung bersama rekannya tertangkap setelah menerima uang 'keamanan' sebesar 50 ringgit dari kepala desa Kebayoran. Namun, mereka berhasil melarikan diri dengan misterius pada tahun 1893 dari penjara Desa Meester Cornelis.

Menurut hasil penyelidikan polisi, pelarian tersebut dibantu oleh empat sipir yang bertugas tapi mereka menyangkalnya, ada juga yang mengaku memberi gancu kepada para tahanan itu. Akhirnya diketahui bahwa para buronan itu menggunakan talang untuk memanjat tembok.

Melansir merdfeka.com, Si Pitung berhasil kabur dan hal ini menjadi perbincangan masyarakat Batavia. Ada dugaan bahwa mereka mengenakan pakaian perempuan saat naik kapal pos Prancis. Dua orang polisi diutus ke atas kapal dengan menyamar sebagai warga sipil tapi tidak berhasil menemukan si Pitung. Imbalan untuk menangkap si Pitung dan Dji-ih semakin besar hingga mencapai 400 gulden.

Tertangkap di Kuburan Tanah Abang

Pelarian si Pitung dan kawanannya juga menjadi masalah bagi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda kala itu. Untuk tindak kejahatannya, Pitung dijatuhi hukuman mati. Namun, mereka mengajukan permohonan grasi. Ketika grasi sedang diproses, mereka justru melarikan diri. Dalam proses grasi tersebut, diketahui nama asli si Pitung dari tanda dangan dokumen tersebut, yakni Salihoen.

Setelah menjadi buron, Pitung sibuk melakukan aksi pembalasan terhadap pada polisi dengan merampok lebih banyak rumah. Menurut catatan Hindia Olanda 15 Agustus 1893, Dji-ih berhasil tertangkap ketika mengunjungi rumah kenalannya di Kebayoran. Ketika itu, Dji-ih yang sedang sakit dilaporkan oleh seseorang ke demang Kebayoran.

Sementara itu, kisah pengejaran Pitung diceritakan dalam Arsip Karesidenan Tangerang (20 September 1893). Dalam catatan tersebut dijelaskan bahwa Pitung dikejar oleh Schout bernama Hinne dan Jaksa Moedjimi. Pada Agustus 1893, Pitung sempat merobohkan anak buah Moedjimi, tetapi tak lama setelahnya Pitung berhasil tertangkap.

  1. Oktober 1893, Pitung berhasil dilumpuhkan. Penangkapan tersebut dilakukan oleh Schout Hinne yang mendengar laporan dari seseorang yang mengatakan bahwa Pitung sedang berada di Kampung Bambu (yang terletak di antara Tanjong Priok dan Meester Cornelis. Ketika dilakukan pengejaran, ada penyidik yang melaporkan bahwa Pitung sedang menuju kuburan di Tanah Abang. Menurut koran berbahasa Belanda, si Pitung dipancing ke Meester Cornelis oleh anak buah Hinne. Hinne dan para pembantunya mengepung kuburan Tanah Abang.

Para pembantu Hinne, memberi tanda mengenai si Pitung yang memakai celana pendek dan menyandang sarung revolver berpola. Lalu, terjadi baku tembak, si Pitung berlari ke arah Hinne yang tengah menjebaknya. Meskipun Hinne sempat tidak mengenali Pitung, tetapi penangkapan pun berhasil dilakukan.

Pitung Minta Tuak dan Es

Sebelum kematiannya, Pitung sempat meminta tuak dan es. Menurut koran berbahasa Belanda, permintaan itu dituruti, tapi menurut koran berbahasa melayu, permintaan tersebut tidak dituruti. Baru setelah itu, keluarga Pitung datang meminta jenazah si Pitung untuk dimakamkan di Kampung Baru.

Koran berbahasa melayu bercerita lebih jauh lagi dengan menjelaskan bagaimana si Pitung memotong rambutnya pada Minggu sore di Pasar Senen. Pernyataan tersebut dihubungkan dengan peristiwa penembakan. Karena menurut keyakinan beberapa versi cerita si Pitung, kekuatan Pitung hilang ketika dia memotong rambutnya.

Schout Hinne pun mendapat penghargaan sebagai 'Broeder van de Nederlandse Leeuw'. Karena berhasil menangkap si Pitung. Hinne bahkan mendapat promosi jabatan. Sementata itu, kuburan si Pitung dijaga oleh para tentara untuk menghindari masyarakat yang berziarah ke kuburan tersebut.***