Kisah Prof Leon, Ilmuwan yang Jadi Mualaf karena Keagungan Islam

(Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Nama dan titel lengkapnya setelah memeluk Islam adalah Prof Haroon Mustapha Leon MA PhD LLD FSP. Tokoh yang banyak memperoleh gelar keilmuan ini bersyahadat pada tahun 1882. Beliau adalah anggota kehormatan dari bermacam-macam masyarakat kaum cendekiawan Eropa dan Amerika.

Dikutip dari sindonews.com, ahli yang menonjol dalam bidang ilmu bahasa-bahasa (philologist) ini telah menulis beberapa artikel tentang asal-usul bahasa dari berbagai bangsa (Etymology of The Men's Language).

Karyanya diakui mutunya oleh lembaga-lembaga kaum cendekiawan, sehingga The Potomac University ( Amerika Serikat ) menganugerahkan gelar MA kepadanya. Prof Leon juga seorang geologist dan sering memberikan ceramah keilmuan dan kesusasteraan di muka berbagai kalangan terpelajar.

Beliau menjabat Sekretaris Jendral Universitas "La Societe Internasionale de Philologie, Sciences et Beaux-Arts" yang didirikan pada tahun 1875, dan redaktur majalah ilmiah "The Philomate" yang diterbitkan di London.

Berikut penuturan Leon sebagaimana dinukil dalam buku berjudul "Mengapa Kami Memilih Islam" oleh Rabithah Alam Islamy Mekkah yang dialih bahasakan Bachtiar Affandie (PT Alma'arif, Bandung 1981)

Salah satu keagungan Islam ialah bahwa Islam itu berdiri di atas akal dan pikiran, dan tidak menuntut supaya para penganutnya membekukan kemampuan mereka berpikir. Dalam hal ini Islam berbeda dengan kepercayaan-kepercayaan lain yang mengharuskan kepada para pengikutnya supaya percaya saja secara membuta kepada aliran-aliran dan dogma-dogma tertentu, cukup dengan menyerahkan diri kepada kekuasaan Gereja.

Sedangkan Islam menganjurkan supaya orang berpikir lebih dahulu sebelum sampai kepada iman. Rasulullah SAW yang mulia telah bersabda: "Allah tidak mencipta sesuatu yang lebih baik dari pada akal. Keuntungan yang Allah berikan adalah atas perhitungan akal, dan ilmu pengetahuan/pengertian adalah 'anak' dari akal."

Di lain kesempatan, beliau telah bersabda: "Sungguh saya katakan kepadamu bahwa orang yang melakukan sembahyang, puasa, membayar zakat, haji dan lain-lain amal saleh, tidak akan diberi pahala lebih dari kekuatan akal dan pikirannya."

Perumpamaan tentang talent/bakat yang dikemukakan oleh Sayidina Isa as (Yesus) cocok sepenuhnya dan sejalan tepat dengan ajaran Islam yang selengkapnya berbunyi: "Cobalah dulu segala sesuatu, dan peganglah kuat-kuat sesuatu yang baik."

"Allah yang memberi segala kebaikan dan nikmat telah memberikan perumpamaan tentang orang-orang yang tidak menggunakan akal dan pikirannya dan bertaklid buta, bahwa mereka itu 'seperti himar membawa buku'. Perumpamaan mereka yang diberi Taurat, kemudian tidak mengamalkannya itu seumpama himar membawa buku. Alangkah buruknya perumpamaan orang-orang yang tidak mempercayai ayat-ayat Allah, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS Al-Jumu'ah : 5).

Diriwayatkan pula bahwa Khalifah Ali yang bangsawan dan terpelajar telah bersabda: "Dunia ini gelap, dan ilmu merupakan cahaya. Akan tetapi ilmu tanpa kepercayaan hanyalah bayangan belaka." Kaum Muslimin mempunyai keyakinan bahwa kata "Islam" itu synonym (sama artinya) dengan kata "kebenaran/kepercayaan", dan di bawah sinar Islamlah cahaya ilmu dan akal orang dapat menemukan kebenaran.

Akan tetapi untuk mengemukakan ilmu yang mengandung kebenaran itu, orang harus mempergunakan kurnia Allah kepada dirinya yang berupa kemampuan berpikir logis. Rasul kita yang mulia telah menunjukkan keindahan kata-katanya yang menerobos masuk ke dalam jiwa para pendengarnya beberapa hari sebelum beliau wafat.

Pada waktu Rasul diutus untuk memberi petunjuk kepada umat manusia ke jalan yang benar dan lurus, sewaktu beliau menelentang di atas pangkuan Siti Aisyah ra dikelilingi oleh kaum Muslimin Madinah dalam jumlah yang amat besar, di mana setiap wajah menunjukkan kecintaannya yang ikhlas kepada Nabi dan Rasul pilihan, dengan air mata bercucuran.

Termasuk air mata para pahlawan yang tidak pernah gentar menghadapi musuh dalam perjuangan menegakkan Islam. Mereka berkerumun melihat Pemimpin, sahabat, guru yang kekasih, bahkan seorang Rasul Allah untuk mereka, yang telah mengeluarkan mereka dari kegelapan khurafat menuju cahaya kebenaran yang terang benderang.

Beliau sedang berangsur-angsur mendekati batas perjalanan hidupnya yang telah ditentukan Allah SWT dan akan meninggalkan mereka untuk tidak kembali lagi. Tidak heran jika terjadi hujan air mata, semua hati tertimpa kesedihan yang amat berat. Dalam suasana kesedihan yang sedang mencekam berat itulah, salah seorang yang hadir bertanya:

"Ya Rasulullah! Tuan sekarang sedang sakit yang sebentar lagi akan mengantar Tuan ke Hadirat Tuhan. Apakah yang harus kami lakukan?"

Menjawab pertanyaan itu beliau bersabda: "Pada kamu ada Al-Qur'an." Para sahabat berkata: "Benar, ya Rasulallah. Pada kami ada Kitabullah penerang hati, dan di hadapan kami ada petunjuk yang tidak mungkin salah. Akan tetapi selama ini setiap kali timbul persoalan, kami bisa bertanya, mohon petunjuk dan pendapat Tuan.

Sesudah nanti Tuan dipanggil Allah ke Hadirat-Nya -- Ya Rasulallah - di manakah kami dapat menemukan petunjuk?" Sabda beliau: "Kamu harus berpegang kepada Sunnahku." Seorang hadirin bertanya pula: "Akan tetapi ya Rasulallah, sesudah Tuan wafat, akan timbul beberapa kejadian atau persoalan yang tidak pernah terjadi selama Tuan masih ada.

Jika demikian, apakah yang harus kami lakukan, dan apa pula yang harus dilakukan oleh orang-orang yang hidup sesudah kami?" Mendengar pertanyaan ini, beliau perlahan-lahan mengangkat kepala, sedangkan dari wajahnya memancar cahaya kenabian dan dari matanya keluar sorot semacam kilat. Lalu beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada setiap manusia, yaitu hatinya, dan memberikan penunjuk jalan, yaitu akalnya. Pergunakanlah keduanya dalam segala hal, pastilah kamu mendapat petunjuk ke jalan yang lurus, dengan karunia Allah."

 

dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat. (QS. Al-Jinn Ayat 6).***