Twitter Ramai Gegara Panggilan Papi-Mami dan Bapak-Ibu Dikaitkan dengan Kondisi Ekonomi DUH

(tangkapan layar akun twitter @OHMYV3NUS)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Twit viral soal penggilan orang tua berupa "Papi-Mami" dan "Bapak-Ibu" viral di media sosial, Twitter. Unggahan panggilan orang tua itu mulanya diposting oleh akun ini, Minggu (5/2/2023).

"Kalian kalo udah jadi orang tua nanti pengen dipanggil apa?" tanya pengunggah. Unggahan tersebut mendapat respons beragam dari warganet.

Mayoritas dari mereka mengaitkan pemilihan panggilan "Papi-Mami" dan "Ibu-Bapak" dengan kondisi ekonomi seseorang.

"Tergantung ekonomi. Kalo kaya ya mami-papi. Kelas menengah ayah-bunda, bapak-ibu. Ga lucu kan kalo aku di kelas bawah terus panggilannya mami-papi. Ntar kalo tetanggaku nanya juga ga enak jawabnya "Papi mu ndek mana le?". "Papiku lagi ngaritne sapi".

 

Kan ya ga enak," tulis akun ini. Opini serupa juga disampaikan oleh warganet ini. "Tergantung ekonomi aja sih. "papi kamu ke mana dek?" "papi aku masih ngarit di sawahnya lek jumali," kata pengunggah.

  1. dari kompas.com, hingga Jumat (10/2/2023), unggahan tersebut telah dikomentari hingga 7.413 akun, bagikan kepada 5.498 pengguna, dan disukai hingga 38.700 warganet.

Lantas, benarkah penggilan orang tua berkaitan erat bahkan mencerminkan kondisi ekonomi seseorang?

Penjelasan Sosiolog

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dr Drajat Tri Kartono mengatakan bahwa pemilihan panggilan "Papi-Mami" atau "Bapak-Ibu" tidak ada kaitannya dengan kondisi ekonomi seseorang.

"Menurut saya, panggilan 'Mami-Papi' itu tidak terkait sama status ekonomi ya. Tapi itu lebih terkait sama kultur dan perbedaan budaya," terang Drajat, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/2/2023).

Sebagai contoh, penggilan orang tua di Jawa, umumnya menggunakan kata "Mbok" dan "Pak". Biasanya pemilihan panggilan orang tua ini akan disesuaikan dengan kultur di masing-masing daerah. Namun berjalannya zaman, panggilan tersebut berkembang menjadi "Ibu" dan "Bapak".

"Walaupun memang ada transformasi ada perubahan yang dulu misalnya Pak Mbok menjadi Bapak Ibu, kemudian menjadi Papi Mami itu memang ada unsur-unsur perubahan yang lebih mengarah kepada identitas-identitas yang lebih nasional dan lebih global," terang Drajat.

Di sisi lain, Drajat menyampaikan bahwa pemilihan panggilan orang tua bisa juga dipengaruhi oleh budaya asing. Misalnya, panggilan "Abi" dan "Umi" yang diserap dari pengaruh budaya Arab. Atau, munculnya panggilan-panggilan yang slang, misalnya "Nyokap" dan "Bokap".

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida. "Kosa kata dalam Bahasa Indonesia, pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh bahasa asing, misalnya Arab, Belanda, juga ada yang dari bahasa-bahasa lokal, seperti Melayu dan Jawa," ujarnya kepada Kompas.om, Kamis (9/2/2023).

Unsur serapan asing atau lokal tersebut juga tercermin dalam panggilan kepada orang tua. Misanya, "Umi-Abi", "Daddy-Mommy", "Ayah-Bunda", "Bapak-Ibu", "Ina-Ama", dan sebagainya.

Menurut Ida, penggunaan pemilihan bahasa tersebut menunjukkan strata sosial atau status kedudukan sosial ekonomi seseorang, terutama mereka yang terpengaruh budaya Jawa.

"Pada konteks ini (pemilihan panggilan orang tua) mungkin ada benarnya (berkaitan dengan kondisi ekonomi), namun panggilan 'Ibu-Bapak' sebetulnya cenderung lintas strata," terang dia.

Artinya, panggilan tersebut bisa digunakan oleh siapapun, baik dari kalangan bawah, menengah, dan atas. Umumnya, penggunaan kata panggilan orang tua itu juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor. "(Bisa) tentang konteks situasi, wilayah, juga bahkan pengaruh lingkungan, atau media sosial," tambahnya.

Panggilan "Papi-Mami" misalnya, merupakan serapan bahasa asing yang digunakan di beberapa wilayah di luar Jawa, misalnya Manado. Perbedaan penggunaan kata untuk memanggil orang tua ini menggambarkan keragaman masyarakat Indonesia baik secara horisontal maupun keragaman strata berdasar kelas sosial dan usia.***