Korsel Bayi Baru Lahir Dapat Tunjangan Rp11 Juta per Bulan Viral di Medsos, Jokowi Lega Resesi Seks tak Terjadi di Indonesia

Ilustrasi (Dok: satuViral.com)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Korea Selatan memberikan tunjangan sebesar Rp11 juta rupiah untuk bayi baru lahir. Kebijakan ini diberlakukan karena Korea Selatan memiliki angka kelahiran yang sangat rendah.

Dua tahun dari sekarang, satu dari lima warga Korea Selatan diperkirakan berusia di atas 65 tahun. Hal ini akan diperparah ketika angka kelahiran Korea Selatan turun ke level terendah di dunia pada tahun 2022.

Menurut data Kantor Pusat Statistik Korea pada Senin (13/2), sebanyak 18.982 bayi lahir pada November, meski begitu kondisi ini mengalami penurunan 4,3% dari tahun 2021.

Dikutip dari satuviral.com, angka ini merupakan angka terendah pada November setiap tahunnya sejak BPS Korea Selatan mulai mengumpulkan data yang relevan pada 1981.

Sebelumnya pada tahun 2021, angka fertilitas Korea Selatan diketahui mencapai 0,81. Kemudian pada tahun 2022, angka tersebut terus turun secara signifikan seiring dengan naiknya harga rumah yang semakin mahal.

Keinginan Memiliki Anak Turun Drastis

Situasi ini berdampak pada besarnya keengganan masyarakat untuk memiliki anak dan ini menurun sejak 1970.

Info viral penurunan angka kelahiran dari tahun ke tahun begitu dramatis sehingga pemerintah Korea Selatan berusaha mengatasi masalah tersebut dengan mengeluarkan anggaran lebih.

Dalam 16 tahun terakhir, pemerintah Korea Selatan telah menghabiskan lebih dari 200 miliar untuk meningkatkan populasi.

Uang itu digunakan untuk membiayai bayi yang baru lahir. Tunjangan bulanan meningkat setiap tahun. Uang saku senilai 3,5 juta rupiah pada tahun 2022, dan kemudian pada tahun 2023, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol akan meningkatkan jumlahnya.

Mulai tahun ini, setiap keluarga yang memiliki bayi baru lahir berhak menerima tunjangan bulanan sebesar Rp 11,15 juta.

Jumlah ini berlaku sepanjang tahun dan ketika anak tersebut sudah berusia satu tahun, jumlah itu akan dipotong setengah. Proses ini akan berlanjut selama beberapa tahun ke depan.

 

Korea Selatan bukan satu-satunya negara yang menghadapi masalah ini. Beberapa negara, termasuk Jepang, juga berjuang untuk meningkatkan pertumbuhan penduduk.

Jokowi Lega Resesi Seks tak Terjadi di Indonesia

Seperti diketahui sejumlah negara maju Asia seperti China, Korea Selatan, Jepang mengalami kondisi resesi seks. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengaku lega karena tidak ada resesi seks tidak terjadi di Indonesia.

Kondisi tersebut bisa dilihat dari persentase terkini terkait angka kelahiran sebesar 2,1 anak per perempuan.

"Saya senang angka yang disebut Pak Hasto (Kepala BKKBN), pertumbuhan kita di 2,1 kelahiran. Yang menikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta. Artinya, di Indonesia nggak ada resesi seks," kata Presiden Jokowi dalam Rakernas Strategi Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana serta Program Percepatan Penurunan Stunting di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Imunisasi Digencarkan Antisipasi Peningkatan Campak di Yogyakarta Tips Agar Anak tak Kebablasan Belanja di E-Commerce Prancis Pulangkan 15 Wanita dan 32 Anak dari Kamp Penjara Suriah

Menurut Presiden Jokowi, jumlah penduduk menjadi kekuatan ekonomi suatu negara. Namun, Jokowi juga menekankan pentingnya menjaga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Karena itu, kata Jokowi, asupan gizi bagi ibu hamil, bayi, dan anak-anak perlu diperhatikan. Dia menuturkan bahwa ibu hamil, bayi, dan anak-anak harus diberikan asupan protein yang cukup, seperti ikan, telur dan daging.

"Yang paling penting memang kualitas. Bayi atau ibu hamil harus diberi protein, diberikan ikan, diberi telur," ujar dia.

Dikutip dari republika.com, Presiden mengingatkan agar bayi dan anak-anak tidak diberi asupan yang tidak semestinya. Jokowi juga meminta agar kader BKKBN dan Posyandu meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat.

Presiden menyinggung kasus seorang ibu yang memberikan kopi susu instan kepada bayinya. "Hati-hati mengenai ini. Maka dari itu, sekali lagi yang namanya penyuluhan penting. Kata ibunya kopi susu saset ini bermanfaat, karena ada susunya. Hati-hati pada anak, ginjal, jantung itu belum kuat," kata Presiden Jokowi.

Persalinan Gratis

Pemerintah memberikan layanan kesehatan gratis berupa jaminan persalinan (Jampersal) bagi ibu hamil, melahirkan, nifas dan bayi baru lahir.

Layanan tersebut diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir Melalui Program Jampersal.

Inpres itu diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 12 Juli 2022 dan berlaku hingga 31 Desember 2022. Dengan ditandatanganinya Inpres Nomor 5 Tahun 2022, ibu hamil, melahirkan, dan nifas bisa memperoleh layanan kesehatan tanpa dipungut biaya apapun.

Dikutip dari cnnindonesia.com, namun, tidak semua Ibu hamil, melahirkan, dan nifas berhak mendapatkan layanan gratis dari program ini. Oleh karena itu, Inpres tersebut mengatur syarat penerima yang berhak atas Jampersal.

Mengutip Inpres Nomor 5 Tahun 2022, berikut sejumlah syaratnya:

1. Ibu hamil, bersalin, dan nifas

2. Memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu

3. Tidak terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

4. Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai data kepesertaan Jampersal

Adapun mengenai kriteria orang fakir miskin, pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011.

Dalam beleid itu dijelaskan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Lebih lanjut, Inpres Nomor 5 Tahun 2022 juga berisi perintah kepada sejumlah pihak lainnya. Pertama, menteri kesehatan untuk mengalokasikan anggaran, menyusun dan menetapkan pedoman teknis pelayanan bagi ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir melalui program Jampersal, termasuk tata cara pembayaran klaimnya.

Kedua, menteri dalam negeri (mendagri) untuk memfasilitasi kepemilikan NIK bagi ibu hamil dan keluarganya, serta menyediakan akses data penduduk berbasis NIK untuk dimanfaatkan sebagai data kepesertaan Program Jampersal.

 

  1. hal ini, mendagri juga diperintahkan untuk menugaskan gubernur dan bupati/wali kota untuk mengusulkan peserta Program Jampersal yang memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. "Mendagri juga menugaskan gubernur dan bupati/wali kota untuk memfasilitasi pemenuhan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan dalam mendukung Program Jampersal," bunyi beleid itu.

Ketiga, menteri sosial untuk melakukan percepatan pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penetapan peserta Program Jampersal sebagai peserta PBI Jaminan Kesehatan secara berkala

"Dan melakukan penetapan peserta Program Jampersal sebagai Peserta PBI Jaminan Kesehatan berdasarkan usulan Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Inpres tersebut.***