Apa Itu Istilah Ohitorisama yang Lagi Ngetren di Jepang ? Begini Penjelasannya

(Dok:net)

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Seseorang yang terus hidup melajang bukan berarti tidak laku. Bisa saja melajang justru merupakan prinsip yang terus dipegang olehnya. Jika tak percaya, tengoklah kehidupan masyarakat Jepang. Belakangan tenar istilah Ohitorisama, prinsip melajang yang populer dan menjadi budaya tren anak muda Negeri Sakura.

     Dikutip dari satuviral.com, banyak generasi muda di Jepang yang enggan menjalin komitmen hubungan cinta. Padahal kalau menengok secara fasilitas negara, pemerintah Jepang sudah menyiapkan segalanya, bahkan ada tunjangan rutin untuk masyarakat kurang mampu.

    Tak heran jika Jepang kini dilanda kecilnya angka kelahiran. Regenerasi penerus bangsa bukan mustahil akan loyo apabila Ohitorisama terus muncul sebagai tren dominan.

    Kami pun kali ini bakal coba mengulas lebih jauh tentang berita viral Ohitorisama tadi. Bagi yang penasaran dan ingin tahu lebih jauh, silahkan simak ulasannya berikut!

Dukungan Fasilitas Umum

     Ohitorisama bisa dibilang menjadi sebuah tren yang unik, bahkan jauh berbeda dengan negara-negara lainnya. Saking uniknya, banyak fasilitas umum di Jepang yang sengaja dibuat untuk mendukung perkembangan Ohitorisama ini.

     Intinya, fasilitas umum dibuat sedemikian mungkin agar orang-orang yang melajang tetap bisa keluar rumah dengan aman dan nyaman. Misalnya dalam gedung bioskop, ada kursi-kursi khusus yang disediakan bagi para single, supaya mereka bisa menikmati film dengan nyaman dalam kesendiriannya.

    Sekedar taman kota saja, ada sudut-sudut spesial yang diperuntukkan bagi para lajang. Alhasil, para penganut Ohitorisama bakal selalu nyaman meski ditemani sepi atas kesendiriannya.

Kehidupan Sosial

     Bagi masyarakat Jepang, khususnya kalangan anak muda, menganut Ohitorisama bukan berarti mereka anti terhadap kehidupan sosial. Justru mereka ini lihai membagi waktunya supaya tetap bisa bergaul dengan sesama di sela-sela kesibukan.

 

     Tak jarang penganut Ohitorisama datang ke bar sendirian hanya demi bertemu orang baru. Minuman keras yang ditenggak membuat obrolan bersama strangers terasa lebih mengasyikkan.

     Setelah aktivitas mengobrol dan minum bareng usai, mereka akan kembali ke kehidupannya masing-masing. Meski bertemu lawan jenis yang punya tampilan fisik menarik, tak akan timbul benih-benih cinta karena prinsip Ohitorisama tadi.

Alasan Ohitorisama Ada

     Keberadaan Ohitorisama bukan terjadi secara alamiah muncul begitu saja. Tetap ada alasan yang menjadi latar belakang popularitas Ohitorisama bisa meroket.

     Para penganut Ohitorisama percaya bahwa melajang akan menghindarkan mereka dari stres hidup yang luar biasa. Mereka umumnya takut menikah karena tidak yakin mampu membahagiakan pasangannya, baik secara emosional maupun material.

    Wajar saja, ketika sudah menikah ada perhatian dan hal-hal lainnya yang harus dibagi dengan pasangan. Tidak jarang keributan-keributan kecil datang yang tentu menyita energi sekaligus meningkatkan stres.

     Belum lagi bila rumah tangga yang dibangun terkendala masalah finansial, keributan kecil tiba-tiba bisa menjadi begitu besar. Tak heran akhirnya banyak anak muda Jepang yang sekarang memilih hidup melajang dan menganut Ohitorisama.

Pengaruh Kehidupan Malam

      Seseorang yang hidup melajang tentu akan terus memiliki kebebasan untuk melakukan hal apapun. Termasuk perihal mengikuti kehidupan malam di Jepang yang begitu semarak.

    Datang ke bar, minum bersama kawan-kawan, bakal tetap bisa dilaksanakan intens melalui Ohitorisama. Jika nekat memutuskan menikah, semarak kehidupan malam di Jepang mustahil dapat dirasakan lagi.

     Kalau suatu waktu butuh sisi biologis memuaskan nafsu, kehidupan malam Jepang meyimpan industri prostitusi. Belum lagi industri pornografi di sana diberlakukan legal, sehingga setiap orang penganut Ohitorisama bisa langsung memuaskan nafsunya dengan menonton video porno.

      Dikutip dari berbagai sumber, chitorisama adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang mengacu pada gaya hidup seseorang yang senang melakukan kegiatan sendirian atau tanpa teman. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan orang yang suka melakukan kegiatan atau hobi sendirian, seperti berjalan-jalan, membaca buku, menonton film, atau melakukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan bersama orang lain.

    Konsep ohitorisama dapat bermanfaat bagi seseorang yang ingin menikmati waktu sendirian tanpa merasa kesepian atau bosan. Dengan mempraktikkan ohitorisama, seseorang dapat mengeksplorasi minat dan hobi mereka sendiri tanpa adanya gangguan dari orang lain.

     Namun, seperti halnya hal-hal lain dalam hidup, ohitorisama juga memiliki kekurangan. Beberapa orang mungkin merasa kesepian atau merasa sulit untuk menghadapi situasi sosial jika mereka terlalu sering melakukan kegiatan sendirian. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya koneksi sosial dan kekurangan dukungan emosional dari orang lain.

    Oleh karena itu, penting bagi seseorang yang ingin mempraktikkan ohitorisama untuk menemukan keseimbangan antara kegiatan sendirian dan interaksi sosial dengan orang lain. Sebagai contoh, seseorang bisa menemukan waktu untuk melakukan kegiatan sendirian pada hari kerja, tetapi menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga pada akhir pekan.

    Dalam kesimpulannya, ohitorisama merupakan konsep yang dapat bermanfaat bagi seseorang yang ingin menikmati waktu sendirian dengan mengeksplorasi minat dan hobi mereka sendiri. Namun, penting untuk menemukan keseimbangan antara kegiatan sendirian dan interaksi sosial dengan orang lain untuk menjaga kesejahteraan emosional dan sosial.

     Dalam budaya Jepang, ohitorisama juga diasosiasikan dengan konsep "tsundoku", yaitu kebiasaan menumpuk buku-buku yang belum dibaca. Kebiasaan ini dapat terkait dengan keinginan untuk menikmati waktu sendirian dengan membaca dan belajar, namun juga dapat menjadi sumber stres dan kecemasan jika terlalu banyak menumpuk buku yang belum dibaca.

     Untuk menghindari kebiasaan tsundoku yang berlebihan, seseorang dapat memilih beberapa buku yang ingin mereka baca dan menghabiskan waktu secara teratur untuk membacanya. Hal ini juga dapat membantu meningkatkan keterampilan membaca dan pengetahuan umum seseorang.

    Selain itu, ohitorisama juga dapat menjadi cara untuk mengatasi masalah kecemasan sosial atau kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Dalam keadaan seperti ini, seseorang dapat memulai dengan melakukan kegiatan sendirian, seperti berjalan-jalan atau menonton film, dan secara bertahap memperluas jaringan sosial mereka melalui kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan orang lain.

     Dalam kesimpulannya, ohitorisama dapat menjadi cara yang bermanfaat untuk menikmati waktu sendirian dan mengeksplorasi minat dan hobi kita sendiri. Namun, penting untuk menemukan keseimbangan antara kegiatan sendirian dan interaksi sosial dengan orang lain agar dapat menjaga kesejahteraan emosional dan sosial kita.***