Menarik Hari Raya Nyepi di Bali dan Ramadhan Bersamaan, Bagaimana Muslim  yang Ingin Tarawih? Begini Penjelasannya Plus Sejarah Hari Keagamaan Itu

lustrasi (dok:net)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Umat Hindu akan merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1945 pada Rabu (22/3/2023). Sesuai namanya, daerah dengan mayoritas masyarakat Hindu seperti Bali akan melakukan Nyepi selama 24 jam, mulai 06.00 Wita hingga esok hari di jam yang sama. Dengan demikian, masyarakat akan berdiam diri di dalam rumah dan tidak melakukan aktivitas di luar. 

Di sisi lain, umat Islam kemungkinan besar akan melaksanakan shalat tarawih perdana pada Rabu malam, tepat saat Bali masih dalam suasana Nyepi. Hal tersebut merujuk pada penetapan Muhammadiyah dan prediksi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa 1 Ramadhan 1444 H jatuh pada Kamis (23/3/2023). Lantas, bisakah Muslim di Bali melaksanakan shalat tarawih di tengah-tengah Nyepi? 

Ketentuan pelaksanaan tarawih saat Nyepi Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak menjelaskan, pelaksanaan hari keagamaan Hindu bersamaan dengan agama lain seperti Ramadhan bukanlah hal baru.

Dia mengungkapkan, kondisi tersebut sudah pernah terjadi dan berlangsung dengan lancar dan tertib. Sebab, masyarakat menggunakan landasan nilai toleransi agama.

 "Pelaksanaannya mengacu pada kesepakatan sebelumnya, tidak ada perubahan krusial," ujarnya, seperti dikutip Antara (15/3/2023). 

"Melihat pelaksanaan sebelumnya yang lancar, sehingga pedoman itu yang jadi rujukan," lanjut Kenak. 

Menurut Kenak, pihaknya bersama majelis lintasagama telah menyerahkan usulan pelaksanaan Nyepi bersamaan shalat tarawih kepada Polda Bali. Usulan itu kemudian menjadi dasar kesepakatan bersama untuk pelaksanaan Nyepi dan tarawih pertama pada Rabu mendatang.

 Berdasarkan penuturan Kenak, beberapa ketentuan pelaksanaan shalat tarawih selama hari raya Nyepi, antara lain: 

Beribadah di rumah masing-masing 

Beribadah di rumah ibadah terdekat dengan berjalan kaki 

Tidak menggunakan pengeras suara 

Menggunakan lampu penerangan yang terbatas. 

Bukan hanya itu, dilansir dari Kompas TV (20/3/2023), pelaksanaan tarawih di masjid maupun mushala wajib didahului koordinasi dengan prajuru desa adat atau aparat desa/kelurahan. 

Bagi Muslim yang akan menjalankan ibadah tarawih berjemaah di luar rumah, juga diimbau untuk tidak datang bergerombol atau rombongan. 

Selain ketentuan pelaksanaan tarawih pertama, Pemerintah Provinsi Bali bersama Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Bali, Polda Bali, dan jajaran lainnya turut menyerukan beberapa hal. 

Pertama, bagi penyedia jasa transportasi baik darat, laut, dan udara, tidak diperkenankan beroperasi selama hari raya Nyepi, mulai Rabu pukul 06.00 Wita hingga Kamis pukul 06.00 Wita.

 Kedua, lembaga penyiaran radio dan televisi tidak diperkenankan untuk bersiaran selama hari raya Nyepi. 

Ketiga, provider atau penyedia jasa seluler dan IPTV, diminta untuk mematikan data seluler atau internet selama Nyepi. 

Keempat, khusus masyarakat, tidak diperkenankan untuk menyalakan petasan, pengeras suara, bunyi-bunyian, lampu penerangan, dan sejenisnya yang bersifat mengganggu kesucian hari raya Nyepi dan membahayakan ketertiban umum.

 Adapun dalam rangka menyambut Hari Raya ini, prajuru desa adat, pecalang, linmas, dan aparat desa/kelurahan akan bertanggung jawab mengamankan di wilayah masing-masing. Keamanan tersebut dilakukan dengan koordinasi bersama aparat keamanan terkait.

Sejarah Hari Raya Nyepi di Bali

Dikutip dari detik.com, makalah berjudul Mengenai Hari Raya Nyepi yang ditulis Ni Nengah Cahya Prita Sari, menurut kepercayaan agama Hindu, alam semesta ini dulunya kosong dan gelap gulita, sama sekali tidak ada isinya. Sampai akhirnya terciptalah sebutir telur dalam Hiranyagarbha sakti yang merupakan benih pertama dari segala alam semesta yang disebut juga Mahadivya.

Telur tersebut memancarkan cahaya Brahman yang abadi, kekal dan tak terdefinisikan keindahannya. Dari telur cahaya Brahman ini terlahir Pitamaha, dan cahaya Sambhu sebagai personifikasi matahari. Setelah itu, barulah Brahman menciptakan surga, angkasa, planet-planet, bulan, air, udara, bumi, musim, tahun, bulan (sasih), tilem dan purnama, siang dan malam, dan segala-galanya. Hanya satu yang belum tercipta, yaitu manusia.

Sambhu menerima perintah dari Brahman untuk menciptakan manusia pertama untuk mengajarkan ajaran suci Veda-Desa. Akhirnya terciptalah manusia pertama yang bernama Swayambu Manu. Kemudian, Manu menikah dengan Satarupa dan memiliki keturunan yang disebut Manawa.

Sesuai perintah Sambhu, Manu mengajarkan wahyu kitab Veda-Desa, yaitu undang-undang agar alam semesta ini dapat dilestarikan di kala yuga mendatang. Yuga sendiri adalah siklus perkembangan zaman yang terjadi di bumi, yang terdiri dari Kerta Yuga, Tretayuga, Dwaparayuga, dan Kaliyuga. Pada yuga yang terakhir atau Kaliyuga (zaman kegelapan) segala sesuatu yang ada di bumi dipercaya akan musnah.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan manusia mengalami kezaliman, kemusnahan dan kehilangan moral (adharma). Kemudian, untuk menghindari hal tersebut, Hyang Widhi turun ke bumi dalam wujud Sri Krishna (1000 SM), Mahavira dan Sidharta Gautama (abad ke-6 SM), dan Aji Saka (78 M).

Abad I masehi adalah zaman keemasan bagi umat Hindu. Di India, zaman gemilang ini ditandai dengan lahirnya Kanishka I dari keturunan dinasti Kushana, masyhur karena sikap toleransinya. Kabar kebangkitan ini menyebar sampai ke Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, sampai Indonesia.

Demikianlah, seorang bergelar Aji Saka melakukan perjalanan ke Indonesia dan menyebarkan kebangkitan dan toleransi tersebut. Beliau adalah keturunan bangsa Saka dari Kshatrapa Gujarat, dan tiba di Indonesia pada 456 Masehi. Antusiasme penduduk terhadap toleransi beragama tercermin dalam ungkapan Mpu Tantular, yaitu "Bhineka Tunggal Ika Tan Ana Dharma Mangrwa".

Kebiasaan toleransi pun semakin berkembang sampai sekarang dan selaras dengan sikap masyarakat Indonesia. Dari sinilah sejarah Hari Raya Nyepi di Bali akhirnya ditetapkan pada hari 1 tanggal 1 bulan 1 tahun 1 Saka yang jatuh pada tahun 78 Masehi.

Makna Hari Raya Nyepi

 

Pada dasarnya, perayaan Nyepi adalah cara untuk merenungkan perbuatan dan perilaku yang telah diperbuat selama setahun, terutama perilaku buruk. Suasana perayaan Nyepi yang benar-benar sepi merupakan momen terbaik untuk mengendalikan diri, menahan hawa nafsu dan menumbuhkan kesucian dalam hati.

Merayakan Nyepi sekaligus melepas sifat serakah dalam diri manusia dan mengajarkan untuk memberi dengan tulus dan ikhlas. Setelah menjalankan perayaan Nyepi, umat Hindu menyambut tahun baru saka dengan jiwa yang damai, dan sudah memaafkan kesalahan diri sendiri maupun orang lain.

Tujuan Hari Raya Nyepi

Masih dilansir dari sumber yang sama, tujuan Hari Raya Nyepi dapat dilihat dari dua aspek, antara lain:

1. Aspek Sosial Budaya

Cara agar masyarakat terutama umat Hindu berintegrasi dengan bersama-sama mengiring Ida Betara dari awal sampai ke Bale Agung. Kemudian, untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama.

2. Aspek Religius

Sebaga proses penyucian diri untuk mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir batin (jagadhita dan moksa), sehingga akan terbina kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), siwam (kesucian), sundaram (keharmonisan).

Upacara Hari Raya Nyepi

Dikutip makalah berjudul Nilai Sosiologis dari Perayaan Ogoh-ogoh di Hari Raya Nyepi yang ditulis Mar'ie Aabda'uzal, beberapa rangkaian upacara saat Hari Raya Nyepi antara lain:

1. Upacara Melasti

 

Dua atau tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti untuk menyucikan diri. Pada upacara ini, seluruh perlengkapan sembahyang di arak ke tempat yang mengandung air seperti laut, danau, atau sungai, karena tempat-tempat tersebut adalah sumber air yang dianggap suci (tirta amerta).

2. Upacara Bhuta Yajna

Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Bhuta Yajna yang berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat dengan cara membuat patung besar yang menggambarkan buta kala (raksasa). Patung besar ini disebut ogoh-ogoh yang diarak ramai-ramai oleh masyarakat. Perayaan ogoh-ogoh dimulai dari jam 6 sore sampai 12 malam.

Perayaan ini dilakukan di seluruh wilayah di Bali, biasanya di alun-alun, pekarangan, atau perempatan jalan. Puncak acara ini adalah pembakaran ogoh-ogoh yang bermakna memusnahkan roh jahat.

3. Upacara Ngembak Geni

Berbeda dengan upacara Melasti dan Bhuta Yajna yang dilaksanakan sebelum Nyepi, upacara Ngembak Geni dilakukan sehari setelah Hari Raya Nyepi. Upacara ini adalah tahap terakhir yang ditandai dengan diperbolehkan beraktivitas normal. Caranya dengan berkunjung ke rumah kerabat atau orang terdekat, kemudian saling bermaafan.

Pada rangkaian upacara Hari Raya Nyepi, salah satu daya tarik utamanya adalah perayaan ogoh-ogoh. Pada perayaan ini, seluruh masyarakat dipersilahkan untuk menonton, bukan hanya umat Hindu saja. Maka dari itu, biasanya perayaan ogoh-ogoh akan dipenuhi oleh banyak orang.

Beberapa keunikan perayaan ogoh-ogoh seperti yang dikutip dalam jurnal berjudul Tradisi Upacara Ogoh-ogoh yang ditulis Mohammad Syamsudin Alfattah antara lain:

1. Makna Ogoh-ogoh

 

Kata "ogoh-ogoh" berasal dari bahasa Bali yang artinya patung bambu raksasa. Ogoh-ogoh adalah perwujudan dari roh jahat atau buta kala. Buta kala sendiri adalah sifat negatif yang dimiliki oleh setiap manusia. Sifat jahat ini tergambarkan dari bentuk ogoh-ogoh yang besar dan menyeramkan.

2. Pembuatan Ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh terbuat dari bahan sederhana seperti kertas, styrofoam, karet, atau bahan lain yang ringan. Jika dilihat dari bentuknya yang menakjubkan, pembuatan ogoh-ogoh memakan waktu sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, tergantung dari kerumitan desainnya. Desain ogoh-ogoh yang rumit ini sekaligus mencerminkan keahlian seni yang dimiliki masyarakat Bali.

3. Asal Mula Ogoh-ogoh

Sejarah munculnya ogoh-ogoh sebenarnya masih simpang siur, namun ada yang mengatakan bahwa awalnya ogoh-ogoh merupakan patung yang berfungsi untuk mengusir burung yang memakan hasil tani. Ada juga yang berpendapat bahwa pada awalnya ogoh-ogoh merupakan tradisi ngelawang pada kesenian ndong-nding yang ada di daerah Karangasem dan Gianyar.

4. Biaya Pembuatan Ogoh-ogoh

Biaya pembuatan ogoh-ogoh biasanya tidak sedikit, tergantung dari kerumitan bahan dan desainnya. Bahkan ada ogoh-ogoh yang menghabiskan biaya sampai puluhan juta. Namun, agama Hindu sendiri menganut sistem desa kala patra, yaitu nek coro kene yo dede mowo toto deso mowo adat. Artinya, kalau memang mampu dilaksanakan di tempat itu silahkan, kalau tidak dengan berbagai alasan juga tidak apa-apa.

Itulah informasi mengenai sejarah Hari Raya Nyepi di Bali. Hari Raya Nyepi merupakan hari penting bagi umat Hindu. Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita semua ikut toleransi dan menghargai perayaan Nyepi. Semoga informasi ini bermanfaat, ya?