Sukarno Ungkap Hadiah Paling Seram dari Gadis Cantik Ternyata Ini Isinya? Berikut Cerita Lucu Anak Presiden Main Perang perangan di Istana, Bikin TNI se Jakarta Panik

JAKARTA (SURYA24.COM)- Militer Belanda menggelar agresi pertama tanggal 21 Juli 1947. Mereka ingin kembali berkuasa di bekas wilayah jajahan mereka yang telah merdeka. Serangan ini pun disambut dengan perlawanan gerilya dari TNI dan laskar rakyat.

Presiden Sukarno menggambarkan serangan Belanda direncanakan dengan cermat. Mereka menggunakan tank, kendaraan lapis baja dan pesawat pengebom. Membombardir wilayah Republik Indonesia yang baru merdeka.

 

Tak cuma kaum pria yang bertempur, tulis merdeka.com, para  wanita pun ikut mengangkat senjata melawan agresi militer Belanda.

"Kaum perempuan bertempur juga. Revolusi kami telah memberikan kemerdekaan bagi kaum perempuan. Mereka bukan lagi warga negara kelas dua," kata Bung Karno dalam biografinya Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.

Perempuan di Garis Depan

Menurut Bung Karno, dari kerajaan pun Indonesia telah memiliki panglima perang wanita yang hebat. Semangat ini diteruskan hingga perang kemerdekaan.

"Mereka bertempur dengan rambut dikepang, mengenakan celana panjang dan menyandang senapan mesin otomatis," kata Sukarno.

Aksesorisnya adalah sabuk peluru yang diselempangkan ke badannya. Sebagai ganti perhiasan, mereka menenteng senjata.

Itulah gambaran para pejuang wanita yang ikut bertempur di garis depan. Seorang wanita yang menjadi sekretaris presiden pun rupanya ikut bertempur.

"Aku memiliki seorang sekretaris yang berasal dari Pulau Tello. Dia seorang gadis cantik," kata Bung Karno.

Hadiah Seram untuk Presiden

Di tengah perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda I, gadis itu dengan datang kepada Presiden Sukarno. Dengan ceria dia membawa sebuah keranjang. Hendak diserahkannya kado itu pada Bung Karno.

"Apa isi keranjang itu?' tanya Bung Karno ingin tahu.

"Apakah Bapak benar-benar ingin melihatnya?" tanyanya.

Gadis itu kemudian membuka keranjang itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata isinya adalah kepala seorang Belanda. Dengan bangga gadis itu menghadiahkan 'kado' itu untuk Bung Karno.

 

"Inilah piala kemenangan saya yang pertama Pak. Dipersembahkan untuk Bapak," katanya riang.

Sukarno sangat terkejut. Bukannya senang, dia marah besar dengan aksi pejuang wanita tersebut.

"Keluar dengan benda itu. Keluar sana," teriak Bung Karno sekeras-kerasnya.

Dalam perang kemerdekaan, bisa menghabisi tentara lawan merupakan kebanggaan untuk para pejuang. Namun Bung Karno tetap tidak menyukai aksi yang dianggap berlebihan.

"Kupikir dia kecewa karena aku tidak menghargai hadiahnya," tutup Bung Karno.

Main Perang-Perangan di Istana

Dibagian lain dikisahkan,  Anak-anak main perang-perangan itu biasa. Bagaimana kalau anak presiden yang main perang-perangan di Istana, lengkap dengan pasukan pengawal. Pasukan Komando Militer Kota Besar pun panik.

Cerita ini dituturkan oleh putera sulung Presiden Sukarno, Guntur Soekarno dalam buku Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku. Saat itu dia mengajak para pengawal istana yang sedang berjaga untuk main perang-perangan.

Guntur mengangkat dirinya jadi Jenderal Beledek. Artinya Jenderal Halilintar, dalam Bahasa Jawa.

Dia membagi dua pasukan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang terdiri dari para polisi istimewa (kini Brimob Polri). Pasukannya terdiri dari lima orang melawan lima orang yang dipimpin oleh Ida Bagus Putu Ngurah Djoni.

Strategi Jenderal Beledek

Arena perang-perangan berada di Komplek Istana Negara dan Istana Merdeka. Pasukan yang kelihatan lebih dulu dan 'ditembak' dinyatakan kalah.

 

Tak lupa Guntur membawa logistik untuk pasukannya: Pisang dan Jeruk Bali. Tukang menggembalakan kambing di Istana yang bernama Musli dikerahkan sebagai intelijen.

"Lapor jenderal, mereka ngumpet di paviliun sampai tennis ban," kata Musli.

Guntur pun merancang strategi. Mereka akan menyergap melambung melalui pinggir Sekretariat Negara. Terus ke ujung hingga depan Taman Istana Merdeka.

"Kalau saya kasih tanda, kita serang sama-sama, jelas?" tanya Jenderal Beledek.

"Jelas, jenderal!" kata pasukannya.

Bikin Panik Pasukan Se-Jakarta

Namanya pasukan profesional, mereka benar-benar mengambil sikap tempur. Mengenakan pakaian lengkap dengan helm baja.

Begitu Guntur akan memberi aba-aba menyerang, tiba-tiba komandan jaga berlari tergopoh-gopoh sambil berteriak.

"Mas Tok (Panggilan Guntur), Mas Tok, Perangnya setop dulu, Mas! Cease fire!" teriaknya.

"Kenapa kak?" tanya Guntur.

"Anu Mas, dari KMKB (Komando Militer Kota Besar, kini Kodam Jaya), menanyakan di istana ada apa. Kok waktu KKMB patroli, mereka melihat pasukan pengawal mengambil posisi tempur di depan Istana Merdeka," katanya terengah-engah.

Rupanya mereka mengira ada ancaman di Istana sehingga memutuskan menelepon untuk mengecek. Permainan perang-perangan itu ternyata disangka sungguhan.

"Makanya perang-perangannya disetop dulu, Mas. Nanti Jakarta bisa gawat!" lanjutnya.

Ditegur Bung Karno

Jenderal Beledek pun langsung menghentikan pertempuran. Dia langsung membubarkan pasukannya dan tidak meneruskan pertempuran.

"Busyet, mati gua," pikir Guntur.

Benar saja, saat kembali dari Bogor, Bung Karno langsung memanggil Guntur. Dia ditanya soal aksi perang-perangan tadi.

"Heh, Tok, aku dapat laporan kau bikin geger petugas-petugas keamanan di Jakarta ya?" tanya presiden.

Bung Karno pun menasihati Guntur. Saat itu sekitar tahun 1958, kondisi negara memang sedang panas. Pemberontakan melawan pemerintah pusat terjadi di beberapa daerah.

"Kalau keadaan gawat begini, ndak usah main perang-perangan dulu. Nanti kalau keadaan sudah normal saja," kata Bung Karno.

Guntur pun patuh. Dia tidak jadi kena marah. Bung Karno malah memberinya sebuah buku kemiliteran. Jenderal berdarah indian, William Tecumseh Sherman yang menjadi jenderal favorit Presiden Sukarno.***