Waspada Potensi Tsunami Hingga 10 Meter Terjadi di Selatan Jawa Begini Penjelasan BMKG

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)-  Tsunami adalah salah satu fenomena alam yang menakutkan dan mematikan di dunia. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang, yaitu "tsu" yang berarti pelabuhan dan "nami" yang berarti gelombang. Artinya, tsunami merupakan gelombang besar yang muncul di laut, umumnya karena gempa bumi di dasar laut atau aktivitas vulkanik. Tsunami bisa menyebabkan kerusakan besar, hilangnya nyawa, dan menghancurkan apa pun yang ada di jalurnya. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu tsunami dan bagaimana fenomena ini terjadi.

Apa itu Tsunami?

Tsunami adalah gelombang besar yang muncul di laut akibat gangguan besar pada dasar laut. Ini dapat berupa gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi di bawah laut, pergeseran lempeng tektonik, atau bahkan longsor bawah laut. Ketika peristiwa seperti itu terjadi, volume besar air laut bergeser dan menyebabkan gelombang dengan energi yang luar biasa melebar keluar dari sumbernya. Gelombang ini bisa bergerak ke segala arah, menyebar di lautan, dan berubah menjadi tsunami ketika mencapai pantai.

Proses Terjadinya Tsunami

Proses terjadinya tsunami dimulai dengan peristiwa yang mengganggu dasar laut, seperti gempa bumi besar. Saat lempeng tektonik bergerak mendekati atau menjauhi satu sama lain, mereka bisa "terjepit" dan menimbun energi. Ketika tegangan ini dilepaskan, terjadi gempa bumi di dasar laut yang menyebabkan pergeseran vertikal pada dasar laut. Pergeseran vertikal ini mendorong kolom air di atasnya, menciptakan gelombang yang menggerakkan air di lautan.

Gelombang ini bergerak cepat di lautan dalam, sehingga pada kedalaman yang dalam, tingginya tidak begitu terlihat. Namun, ketika gelombang mendekati pantai, kedalamannya menyempit, dan energi gelombang ini terfokus ke atas, menyebabkan ketinggian gelombang meningkat secara dramatis. Inilah yang menyebabkan tsunami menjadi sangat mematikan ketika mencapai pantai.

Dampak Tsunami

Ketika tsunami mencapai pantai, dampaknya bisa sangat mengerikan. Gelombang yang tinggi dan kuat bisa menerjang daratan dengan kekuatan yang luar biasa, menghancurkan apa pun yang ada di depannya. Bangunan, infrastruktur, dan pemukiman manusia bisa hancur dalam sekejap. Selain itu, air laut yang masuk ke daratan bisa menyapu segala sesuatu di jalurnya, menyebabkan banjir besar dan merenggut banyak nyawa.

Tsunami juga bisa menyebabkan kerusakan ekonomi yang besar karena hancurnya infrastruktur, hilangnya sumber daya, dan dampak jangka panjang pada perekonomian daerah yang terdampak.

Pencegahan dan Mitigasi Tsunami

Pencegahan dan mitigasi tsunami menjadi sangat penting dalam upaya melindungi masyarakat dari ancaman bencana ini. Sistem peringatan dini, pemetaan zona bahaya, dan edukasi kepada masyarakat tentang tindakan evakuasi darurat adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kehancuran akibat tsunami.

Wanti-wanti

Mengutip cnnindonesia.com,  Daerah Istimewa Yogyakarta disebut masih terkepung dua sumber gempa, yakni Sesar Opak dan megathrust, serta berpotensi tsunami hingga 10 meter.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam siaran persnya, mengungkapkan sumber bahaya di selatan Jawa.

 

Pertama, Sesar Opak di daratan DIY dengan potensi magnitudo 6,6. Kedua, sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust di lautan dengan potensi magnitudo 8,7 di selatan Jawa yang masih terus aktif.

Tak cuma gempa, Dwikorita menyatakan "ada potensi tsunami setinggi 8-10 meter yang bisa menerjang pantai Selatan Jawa."

"Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya. Sedangkan di Samudra Hindia selatan Yogyakarta juga terdapat sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust, yang juga masih sangat aktif," ungkap Dwikorita usai pembukaan ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) 2023 di Royal Ambarrukmo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, baru-baru ini.

Ia pun mengingatkan soal pentingnya pelatihan mitigasi kebencanaan kepada masyarakat di DIY harus terus dilakukan secara berkelanjutan.

"Jadi tidak boleh berhenti upaya mitigasi dan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Khususnya yang tinggal di wilayah pesisir karena ancaman tsunami juga menghantui selain gempa bumi," tambah dia.

Sesar Opak

Dwikorita menjelaskan Sesar Opak adalah patahan dengan jalur sesar yang mencapai 45 kilometer di sepanjang aliran Sungai Opak, DIY.

Sungai Opak berhulu dari lereng Gunung Merapi, lalu mengalir ke selatan dengan muara langsung ke Samudra Hindia di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

BMKG mengungkap aktivitas Sesar Opak sendiri pernah menyebabkan gempa bumi merusak pada 27 Mei 2006 yang menewaskan 6.234 orang.

Dwikorita mengatakan saat ini mulai tampak ada gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak. Salah satunya adalah gempa dengan M 6.0 di Kabupaten Bantul 30 Juni.

Namun demikian, gempa tersebut hanya menyebabkan kerusakan ringan. Menurut Dwikorita, hal ini salah satunya berkat antisipasi struktur bangunan yang cukup baik di daerah Bantul.

"Peluang periode ulang untuk terjadi gerakan lagi atau pengunciannya mulai lepas tampak dari aktivitas kegempaannya yang saat ini mulai meningkat. Kesiap-siagaan masyarakat harus terus ditingkatkan, jangan terputus," ucapnya.

 

Riwayat tsunami

Pada 1 Juli, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam konferensi pers secara daring menjelaskan dua sumber gempa di DIY itu sudah memicu 12 gempa kuat.

"Jadi kalau kita lihat sejarah sejak tahun 1800, zona megathrust di Yogyakarta itu sudah memicu gempa sebanyak 12 kali. Terakhir pada 2 September 2009 berkekuatan 7,8 di wilayah selatan," ungkap dia.

Megathrust adalah daerah pertemuan antar lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi. Sementara, subduksi yakni tumbukan antara dua atau lebih lempeng tektonik yang salah satunya menghujam ke lempeng di bawah yang lain.

Zona subduksi aktif itu, kata Daryono, bisa menimbulkan gempa bumi dan tsunami yang beberapa kali memang sudah pernah menerjang wilayah selatan Pulau Jawa.

"Kalau kita melihat catatan sejarah tsunami, bahwa di selatan Jawa sudah terjadi tsunami sebanyak 8 kali. Tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1957, 1994 di Banyuwangi dan di Pangandaran tahun 2006."

"Ini merupakan catatan penting terkait dengan potensi dan bahaya gempa dan tsunami di selatan Yogyakarta dan selatan Jawa pada umumnya," tandasnya.

 

Peringatan oleh BMKG

Gelombang tsunami setinggi 10 meter di Pantai Selatan Jawa menjadi hal yang harus diwaspadai masyarakat menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan potensi tsunami itu dipicu dua sumber gempa, yaitu Sesar Opak dan subduksi lempeng atau megathrust.

"Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya. Sedangkan di Samudra Hindia selatan Yogyakarta juga terdapat sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust, yang juga masih sangat aktif," ungkap Dwikorita usai pembukaan ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) 2023, Selasa (1/8).

Ia menyebut Sesar Opak di daratan Daerah Istimewa Yogyakarta berpotensi menghasilkan guncangan Magnitudo (M) 6,6. Sedangkan subduksi lempeng atau megathrust dengan potensi M 8,7 di selatan Jawa.

Dengan demikian, kata dia, penting untuk melakukan pelatihan mitigasi kebencanaan kepada masyarakat di DIY. Selain itu ia berharap harus dilakukan secara berkelanjutan, terutama yang tinggal di wilayah pesisir.

 

Menurut Dwikorita, Sesar Opak adalah patahan dengan jalur sesar yang mencapai 45 kilometer di sepanjang aliran Sungai Opak, DIY.

Sungai Opak berhulu dari lereng Gunung Merapi, lalu mengalir ke selatan dengan muara langsung ke Samudra Hindia di Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

BMKG mencatat Sesar Opak bertanggung jawab terhadap gempa bumi merusak yang terjadi pada 27 Mei 2006 yang menewaskan 6.234 orang.

Pada saat itu mulai tampak ada gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak. Salah satunya adalah gempa dengan magnitudo 6 di Bantul pada 30 Juni lalu.

"Peluang periode ulang untuk terjadi gerakan lagi atau pengunciannya mulai lepas tampak dari aktivitas kegempaannya yang saat ini mulai meningkat. Kesiap-siagaan masyarakat harus terus ditingkatkan, jangan terputus," kata Dwikorita.

Di samping itu, Dwikorita menjelaskan megathrust adalah daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi.

Di samping itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan zona subduksi bisa menimbulkan gempa dan tsunami yang beberapa kali memang sudah pernah menerjang wilayah selatan Pulau Jawa.

Mengutip catatan BMKG, Daryono mengatakan kawasan selatan Jawa telah delapan kali mengalami tsunami. Tsunami terjadi di antaranya pada tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1957, 1994, dan 2006.

"Ini merupakan catatan penting terkait dengan potensi dan bahaya gempa dan tsunami di selatan Yogyakarta dan selatan Jawa pada umumnya," pungkasnya.

Kesimpulan

Tsunami adalah fenomena alam yang sangat mengerikan dan berbahaya. Terbentuk dari gangguan besar pada dasar laut, gelombang tsunami dapat menghancurkan segala sesuatu yang ada di jalurnya ketika mencapai pantai. Untuk melindungi diri dari ancaman tsunami, kesadaran masyarakat tentang bahayanya harus ditingkatkan, dan tindakan pencegahan serta mitigasi harus dilakukan secara serius untuk mengurangi dampaknya yang merusak dan mematikan.***