Cahaya Misterius Planet Bikin Ilmuwan Penasaran, Pertanda Apa Ya? Pensaran dengan Usia Bulan

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Planet merupakan objek astronomi yang menjadi bagian integral dari Tata Surya kita. Mereka adalah benda langit yang mengelilingi Matahari, memiliki massa yang cukup untuk membentuk bentuk hidupan bola, dan memiliki gravitasi yang cukup kuat sehingga dapat membersihkan orbitnya dari benda-benda lain di sekitarnya.

Ciri-Ciri Umum Planet

Terdapat beberapa ciri khas yang menjadi identitas planet dalam Tata Surya:

Orbit Mengelilingi Matahari: Planet mengelilingi Matahari dalam sebuah lintasan atau orbit yang teratur. Mereka mengikuti jalur lintasan yang tetap, meskipun ada variasi pada bentuk orbitnya.

Bentuk Bulat: Karena gravitasi yang kuat, planet memiliki bentuk bulat atau hampir bulat. Gravitasi membuat materi pada planet saling menarik sehingga membentuk bola.

Membersihkan Orbit: Planet memiliki massa yang cukup untuk membersihkan sebagian besar benda di sekitar orbitnya. Ini berarti mereka mempertahankan daerah di sekitar jalur orbitnya agar relatif bebas dari benda-benda lain.

Cahaya Misterius

Seperti diketahui planet yang memiliki ukuran delapan kali lebih besar dari Bumi, 55 Cancri e diketahui pancarkan sinyal cahaya misterius.

 

Sebuah studi baru-baru ini mengungkap bahwa atmosfer yang tidak stabil menjadi salah satu penyebab dari sinyal cahaya misterius di planet tersebut.

Dilansir dari situs Live Science yang dikutip okezone.com, Sabtu (21/10/2023) dalam sebuah catatan pada September di Astrophysical Journal Letters, planet berbatu ini disebut memiliki suhu panas ekstrem.

Pengamatan cahaya inframerah dengan Teleskop Luar Angkasa Spitzer bahkan menunjukkan sisi siang hari planet yang mencapai suhu lebih dari 4.400 derajat Fahrenheit (2.427 derajat Celcius). Sedangkan, sisi malam memiliki suhu yang lebih dingin, namun tetap mengerikan, yaitu sekitar 2.060 F (1127 C).

Lebih lanjut, planet juga kerap memuntahkan gas panas yang membentuk atmosfer. Namun, dengan suhu panas ekstrem tersebut, akhirnya atmosfer planet ini tidak dapat bertahan lama.

Pada suatu waktu, atmosfer dapat terbakar yang sekaligus menciptakan fenomena planet tanpa atmosfer. Dengan kata lain, berbeda dengan planet pada umumnya, planet yang berada di luar sistem tata surya ini memiliki atmosfer yang tidak stabil.

Di sisi lain, planet ini juga memiliki bintang induknya sendiri, yaitu Copernicus. Perkiraan jarak planet yang sangat dekat dengan bintang induknya kemudian menciptakan gerhana kecil ketika planet ini melintasi permukaan atau lewat dibelakang bintang induknya. Gerhana inilah yang kemudian tampak sebagai sinyal cahaya dari Bumi.

Akan tetapi, ada masanya ketika lewat di belakang bintang tidak ada cahaya tampak yang datang dari planet tersebut. Itulah mengapa sinyal cahaya hilang-timbul yang misterius dari planet ini terus terjadi. 

Maka dari itu, ketidakseimbangan atmosfer beserta aktivitas mengorbit bintang induknya inilah yang kemudian diperkirakan menjadi alasan sinyal cahaya misterius ini terjadi.

Pada fase ini atau tanpa atmosfer, tidak ada cahaya tampak yang keluar dari atmosfer planet, meskipun permukaan planet yang panas masih memancarkan cahaya infra merah.

 

Kemudian, ketika atmosfer menggembung, baik cahaya tampak maupun seluruh radiasi yang datang dari permukaan akan muncul sebagai sinyal cahaya yang dimaksud.

Usia Bulan 

Dibagian lain para ilmuwan dari Field Museum dan Universitas Glasgow baru saja menyelesaikan penelitian untuk mengungkap umur Bulan. Terungkap bahwa usia Bulan lebih tua dari yang diperkirakan.

Berdasarkan hasil analisis baru terhadap kristal Bulan yang dibawa ke Bumi oleh astronot Apollo pada tahun 1970an, terungkap bahwa Bulan berusia 40 juta tahun lebih tua dari perkiraan sebelumnya. 

Para ilmuwan mengatakan bahwa Bulan telah berumur 4,46 miliar tahun dan temuan ini membuka gerbang untuk umat manusia lebih memahami lebih lanjut segala hal tentang Bulan, dihimpun dari NDTV dilansir okezone.com, Rabu (25/10/2023). 

"Sungguh menakjubkan bisa mendapatkan bukti bahwa batu (kristal Bulan) yang Anda pegang adalah bagian tertua dari bulan yang kami temukan sejauh ini," kata salah satu ilmuwan, Dr Jennika Greer.

"Ini adalah titik acuan bagi banyak pertanyaan tentang Bumi. Saat Anda mengetahui berapa umur sesuatu, Anda dapat lebih memahami apa yang telah terjadi dalam sejarahnya," lanjutnya.

Para ilmuwan menyebut bahwa penemuan ini dimungkinkan oleh pendekatan baru yang dikenal sebagai tomografi probe atom, yang melibatkan penggunaan laser untuk menguapkan atom dari kristal yang telah diasah hingga menjadi ujung nano yang sangat halus.

Analisis atom demi atom memungkinkan para peneliti menghitung berapa banyak atom dalam kristal bulan yang telah mengalami peluruhan radioaktif.

“Ini adalah bagian dari sistem alami kita yang ingin kita pahami lebih baik, dan penelitian kami memberikan potongan teka-teki kecil dalam gambaran keseluruhan," ujar Greer.

Teori populer seputar pembentukan Bulan adalah hipotesis dampak raksasa yang menyatakan bahwa pada suatu saat dalam sejarah awal Bumi, kedua benda ini bertabrakan.

Material yang meledak tersebut, dibatasi oleh gravitasinya sendiri, kemudian menciptakan Bulan seperti yang kita lihat sekarang. Namun, kapan tabrakan ini terjadi dan berapa lama waktu terbentuknya Bulan masih menjadi pertanyaan hingga saat ini.***