WADUH Ilmuwan Ingin Bikin Komputer Gunakan Sel Otak Manusia? Berikut Ulasan Lengkapnya

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Pernah menyaksikan serial Netflix "Black Mirror". Nuansa dalam serial itu tentang masa depan yang tidak jauh dari hari ini. Situasi di mana masyarakat umum memiliki perangkat komputer kecil yang bisa dipasang di kepala mereka (biokomputer).

       Teknologi biokomputer seperti ini kelak bukan lagi sekadar fiksi ilmiah futuristik belaka. Belakangan, biokomputer yang ditenagai oleh sel-sel otak manusia, berusaha dikembangkan oleh para ilmuwan. Kemampuannya akan memperluas kemampuyan komputasi modern.

   Ya, Teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat selama beberapa dekade terakhir. Kita telah melihat kemajuan dalam banyak hal, mulai dari komunikasi hingga perangkat lunak dan perangkat keras. Seiring dengan perkembangan ini, ada kemungkinan besar bahwa komputer masa depan akan menggunakan sel otak manusia sebagai bagian dari teknologi mereka. Ini akan membawa kemajuan besar dalam teknologi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah etis dan moral.

     Komputer masa depan yang menggunakan sel otak manusia akan memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dan kemampuan belajar yang lebih baik daripada komputer saat ini. Sel otak manusia dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan belajar dari pengalaman, yang merupakan kemampuan yang sangat penting bagi komputer yang ingin menjadi lebih cerdas. Selain itu, sel otak manusia juga dapat menangani banyak informasi dengan lebih baik daripada komputer saat ini. Ini akan membuat komputer masa depan dapat memproses data dengan lebih cepat dan efisien.

    Namun, ada beberapa masalah etis dan moral yang muncul ketika kita mempertimbangkan penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan. Salah satu masalah terbesar adalah kesejahteraan manusia. Penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan dapat memerlukan banyak donor yang menyumbangkan sel-sel otak mereka. Ini dapat menimbulkan pertanyaan etis tentang keamanan dan perlindungan donor, serta kemungkinan penyalahgunaan atau penyalahgunaan sel-sel otak manusia.

 

    Masalah lainnya adalah munculnya kecerdasan buatan yang lebih tinggi dari kecerdasan manusia. Jika komputer masa depan benar-benar menggunakan sel otak manusia sebagai bagian dari teknologi mereka, kemungkinan besar mereka akan menjadi lebih cerdas daripada manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah komputer dapat mengambil alih peran manusia dan apakah kita harus mengizinkan hal tersebut. Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa komputer masa depan yang menggunakan sel otak manusia dapat menjadi lebih sulit untuk dihentikan jika mereka keluar dari kendali.

    Akhirnya, penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan akan memerlukan penelitian yang lebih dalam dan pengembangan teknologi yang lebih maju. Ini akan memerlukan investasi yang besar dan kemungkinan perubahan besar dalam industri teknologi. Namun, jika berhasil dilakukan, penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan dapat membawa kemajuan besar dalam teknologi dan membantu kita memecahkan masalah besar yang menghadang manusia saat ini.

     Dalam kesimpulannya, penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan adalah sebuah kemungkinan yang menarik dan menjanjikan, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah etis dan moral yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. Perlu ada diskusi dan penelitian yang lebih dalam tentang potensi penggunaan sel otak manusia pada komputer masa depan, serta dampak yang mungkin timbul akibat penggunaannya.

Bikin Komputer dari Otak Manusia

 Dilaporkan bahwa para ilmuwan ingin membuat komputer dari bahan yang sama yang menggerakkan otak manusia. Pengembang komputer telah lama berupaya meniru kinerja otak manusia, terutama dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

     Namun teknik-teknik tersebut tidak pernah mampu menandingi berbagai pencapaian yang telah dicapai manusia dengan menggunakan otak organiknya sendiri.

      Harus Dibekali Regulasi agar Tidak Liar Para ilmuwan sekarang berharap bahwa dengan membuat biokomputer, yang terbuat dari kumpulan sel otak tiga dimensi, dapat membantu mereka lebih dekat dengan impian tersebut. Teknologi tersebut akan bekerja seperti perangkat keras biologis yang memungkinkan perkembangan pesat jenis komputer baru, klaim mereka yang dikutip dari laman Independent, Rabu, 1 Maret 2023. 

    Para peneliti telah melatih komputer berbasis otak untuk memainkan video game Pong dan berharap untuk meningkatkan dan mereplikasinya sehingga dapat menghasilkan semacam kemampuan baru yang mirip dengan kecerdasan buatan. “Kami menyebut bidang interdisipliner baru ini sebagai 'kecerdasan organoid' (OI). Komunitas ilmuwan top telah berkumpul untuk mengembangkan teknologi ini, yang kami yakini akan meluncurkan era baru biokomputer yang cepat, kuat, dan efisien,” kata Thomas Hartung dari Universitas Johns Hopkins seperti dilansir viva.co.id .

    Sejumlah peneliti telah mengusulkan pekerjaan baru yang akan melihat organoid otak untuk menggerakkan komputer. Meski tumbuh di laboratorium, tetapi itu berbagi aspek penting dari fungsi dan pola otak, termasuk banyak sel yang digunakan untuk hal-hal seperti pembelajaran dan memori. Para peneliti berharap biokomputer semacam itu dapat belajar lebih cepat daripada komputer berbasis silikon.  Komputer organik juga akan lebih efisien serta mampu menyimpan lebih banyak detail.

     “Otak juga memiliki kapasitas luar biasa untuk menyimpan informasi, diperkirakan mencapai 2.500TB,” kata Hartung. 

    Itu mencapai batas fisik komputer silikon karena peneliti tidak dapat mengemas lebih banyak transistor ke dalam sebuah chip kecil. Tetapi otak terhubung dengan sangat berbeda.

     "Ini memiliki sekitar 100 miliar neuron yang terhubung melalui lebih dari 1.015 titik koneksi. Ini adalah perbedaan kekuatan yang sangat besar dibandingkan dengan teknologi kami saat ini,” imbuhnya. 

    Sementara itu Lena Smirnova, asisten profesor kesehatan dan teknik lingkungan di John Hopkins yang menjadi salah satu rekan penelitian berpendapat, "Kami ingin membandingkan organoid otak dari donor yang biasanya dikembangkan dengan organoid otak dari donor dengan autism," katanya seperti dilansir nationalgeographic.id.

     Alat yang dikembangkan ini bisa menuju komputasi biologis, yang memungkinkan penelitian kesehatan bisa memahami perubahan dalam jaringan khusus pada autisme. Penerapannya, tentunya, bisa dilakukan tanpa harus mengujinya pada hewan atau megnakses pasien.

   "Sehingga kami dapat memahami mekanisme yang mendasari mengapa pasien memiliki masalah dan gangguan kongnisi seperti ini," lanjutnya.

   Dikutip dari  Nationalgeographic.co.id, usaha Hartung dilakukan sejak 2012. Dia mulai mengembangkan dan merakit sel-sel otak menjadi organoid fungsional dengan berbagai sel dari sampel kulit manusia. Sel itu diprogram ulang menjadi situasi seperti sel punca embrionik. Sel punca adalah sel yang belum terdiferensiasi, sehingga punya kemampuan untuk berkembang menjadi sel lain yang lebih khusus untuk tubuh.

    Setiap organoid yang dibuat, mengandung sekitar 50.000 sel. Hartung membayangkan bagaimana penerapannya di masa depan dengan komputer futuristik seperti itu.

    Hartung mengatakan, komputer yang aktif pada tubuh sebagai "perangkat keras biologis", di dekade berikutnya dapat meringankan tuntutan konsumsi energi dari superkomputer yang boros. Meski komputer memproses penghitungan angka dan data lebih cepat dari manusia, otak kita menjadi jauh lebih pintar dalam membuat keputusan logis yang rumit.

    “Otak masih belum tertandingi oleh komputer modern,” kata Hartung. Superkomputer jenis awal sendiri pemasangannya bisa mahal, harganya bisa 600 juta dolar AS (sekitar Rp9 miliar) dan ukurannya yang sangat besar. Energi yang dibutuhkan saja bisa mencapai jutaan kali lebih banyak energi.

   Organoid di beberapa dekade di masa yang akan datang bisa menggerakan sistem sepandai tikus, kata Hartung.

    Dengan meningkatkan produksi organoid otak dan melatihnya dengan kecerdasan buatan, Hartung berprediksi di masa depan biokomputer lebih hebat dari superkomputer hari ini. Biokomputer dapat mendukung kecepatan komputasi, pemrosesan, efisiensi data, dan kemampuan penyimpanan yang lebih unggul.

    “Diperlukan waktu puluhan tahun sebelum kita mencapai tujuan dari sesuatu yang sebanding dengan semua jenis komputer,” kata Hartung. “Tetapi jika kita tidak mulai membuat program pendanaan untuk ini, akan jauh lebih sulit.”

    Sejumlah pekerjaan diperlukan sebelum biokomputer bisa menjadi sesuatu yang praktis untuk penggunaan yang sebenarnya. Mereka harus jauh lebih besar serta dapat mengomunikasikannya dengan mengirim dan menerima informasi untuk memahami apa yang mereka pikirkan. 

    Selain meningkatkan komputasi, komputer organik juga dapat membantu memberi tahu kita lebih banyak tentang otak yang menginspirasi mereka. Para peneliti dapat membandingkan bagaimana organoid yang sehat, belajar dengan orang yang mungkin memiliki kondisi neurologis serta menguji bagaimana zat merusak otak.

Biokomputer 

  Seperti diketahui kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) adalah salah satu teknologi yang saat ini sedang berkembang pesat. Istilah kecerdasan buatan merujuk pada kemampuan komputer atau mesin untuk melakukan tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan manusia, seperti mempelajari, merencanakan, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

    Kecerdasan Buatan terdiri dari beberapa sub-bidang, seperti Machine Learning, Deep Learning, Natural Language Processing, Computer Vision, dan Robotics. Teknologi kecerdasan buatan telah digunakan dalam berbagai bidang, termasuk kesehatan, transportasi, keamanan, dan bisnis.

    Salah satu contoh penerapan kecerdasan buatan adalah dalam bidang kesehatan. Kecerdasan buatan dapat membantu dalam diagnosis penyakit, perencanaan perawatan, dan pengembangan obat-obatan baru. Dalam bidang transportasi, kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengoptimalkan rute pengiriman barang dan mengurangi kemacetan lalu lintas.

   Namun, seperti ditulis intisarionline.com, teknologi lainnya, kecerdasan buatan juga memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah keamanan data dan privasi. Kecerdasan buatan dapat mengumpulkan data pribadi yang sensitif, dan jika tidak ditangani dengan benar, dapat menyebabkan pelanggaran privasi yang serius.

   Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang penggantian pekerja manusia oleh mesin. Beberapa pekerjaan mungkin akan menjadi tidak relevan atau tidak diperlukan lagi jika kecerdasan buatan terus berkembang. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa pengembangan kecerdasan buatan tidak merugikan manusia.

    Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan kerja sama dan kolaborasi antara industri, pemerintah, dan masyarakat. Kecerdasan buatan memiliki potensi yang besar untuk membantu manusia mencapai tujuan yang lebih baik dan lebih efisien, asalkan digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab.***