Kampung Adat di Ciamis Unik, Larang Mendirikan Rumah Tembok Jika Melanggar Katanya Akan Terkena yang Satu Ini?

Kampung Adat Kuta Ciamis (Dok. Youtube Angelick Vaulina ©2023 Merdeka.com)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Kampung Adat Kuta di Ciamis, Jawa Barat memiliki kearifan yang terbilang unik dan penuh filosofis. Kampung tersebut menerapkan banyak aturan yang bertujuan untuk menjaga lingkungan sosial dan budaya.

Salah satunya adalah melarang mendirikan bangunan menggunakan tembok. Masyarakat setempat meyakini akan adanya hukuman bagi siapapun yang melanggar.

Dikutip dari merdeka.com, aturan tersebut bersifat mengikat dan dihormati oleh warga yang berada di kampung tersebut. Bagaimana potret selengkapnya? Simak berikut ini.

Pamali Rumah dari Tembok dan Genteng

Melansir dari kanal Youtube Angelick Vaulina, Kamis (16/2) sebuah kelompok masyarakat yang menamakan Kampung Adat Kuta Ciamis memiliki keunikan berupa kearifan lokal yang masih terjaga hingga saat ini.

Salah satu wujud kearifan tersebut adalah larangan membuat rumah dari tembok dan genteng. Larangan tersebut memiliki arti supaya penghuni rumah tidak seperti di kubur.

Dalam keterangan video, rumah dari tanah (genteng) yang letaknya melebihi batas kepala manusia berarti dikubur. Sehingga rumah harus berbahan bilik dan kayu dserta berbentuk panggung.

Salah seorang tokoh setempat bernama Aki Warja mengatakan bahwa ada aturan khusus terkait bentuk rumah.

"Rumah harus panggung, tidak boleh letter U, letter L, berbaris tiga tidak boleh di sini mah," ucapnya.

Masyarakat meyakini bahwa bagi siapapun yang melanggar dengan membangun rumah dengan tembok maka akan mendatangkan musibah bagi orang tersebut dan berdampak terhadap satu kampung.

Pengalaman Akibat Melanggar Aturan

Beberapa warga sempat mendapatkan akibat dari melanggar aturan tersebut dengan memaksa mendirikan bangunan dari tembok.

Pada bagian dalam kampung terdapat sebuah area yang berisi rumah berbahan tembok yang masih berdiri.

Konon warga tersebut mendapatkan musibah karena pelanggaran yang di buat. Masyarakat di sana percaya bahwa warga tersebut mendapatkan musibah dari alam.

"Udah hilang, udah mati semua masih muda," ucap Aki Warja.

Filosofi Kembali ke Bumi

Kearifan di kampung tersebut memiliki banyak filosofi yang berkaitan dengan bumi. Warga meyakini bahwa semua bahan yang digunakan dalam rumah akan kembali menjadi pupuk di bumi. Sama halnya dengan manusia yang akan kembali ke alam dan akan menjadi tanah.

"Jadi perbuatan kita harus diterima lagi oleh bumi oleh tanah. Harus jadi pupuk. Kalo bekas kuin bekas genteng gak nyatu lagi sama bumi kan? Nah itu lah harus di terima lagi sama tanah. Kita mah asal dari bumi," tutur sesepuh kampung tersebut.

Menurut Aki Warja, konteks adat yang masih dipertahankan adalah alam, lingkungan, sosial dan budaya. Alamnya di hemat, lingkungannya tertata dengan baik. Bahan alam juga dinilai tidak akan membuat kesenjangan sosial antar warga.

"Panas kalau pakai genteng. Coba kalau di kota rumah kita masih dekor panggung, tetangga udah tingkat, panas gak di sini (kepala)? Stres. Nah itulah di sini mah gak ada yang stres dari bangunan, sama aja tidurnya enak asal adem aja," lanjut Aki Warja.